Total Pageviews

MAKALAH PENDIDIKAN DAN DAKWAH DALAM PERSPEKTIF YUSUF AL-QARDHAWI


1. PENDAHULUAN
Segala puji bagi  Allah Tuhan sekalian alam, yang telah memerintahkan manusia untuk menyeru saudaranya dengan hikmah, mauidzah hasanah, dan al-jidal al-hasanah
Shalawat dan salam semoga tercurah bagi Nabi Muhammad SAW, penuntun umat manusia ke jalan yang benar melalui wahyu dan sabdanya. Sehingga melahirkan ulama-ulama dan intelektual yang berkualitas yang mampu menjawab berbagai permasalahan yang dibutuhkan oleh umat pada zamannya.
Apabila diurut dari awal sangat banyak intelektual Muslim yang jenius dan telah mewariskan karya dan ilmu pengetahuannya kepada kita saat ini. Sebagai contoh Ibnu Sina (Bapak Kedokteran), Mullah Sadra (Metafisikawan), Ibn Al-Haitam (Ahli Fisika optic), Jabir Ibn Hayyam Al-Kufi (Perintis kimia modern) dan diantaranya pula adalah seorang ulama abad ini yaitu Yusuf Al-Qardhawi (selanjutnya disebut Qardhawi).
Sidek Baba secara khusus juga menyebut Qardhawi sebagai salah satu deretan nama seorang mujaddid. Tokoh-tokoh seperti Ibn Taimiyyah, Muhammad Abduh, Muhammad bin Ab. Wahab. Hassan al Banna, Sheikh Muhammad al Ghazali, Ismail Faruqi dan Yusof al Qardawi adalah diantara contoh tokoh-tokoh yang membawa pembaharuan pemikiran pada tempo-tempo terdahulu hingga saat ini. Dalam Dunia Melayu tokoh-tokoh seperti Wali Songo, Muhammad Nasir, Sheikh Tahir Jalaluddin, Muhammad Naquib al Attas adalah sebahagian dari tokoh-tokoh pembaharuan dalam pelbagai bidang ilmu Islam.[1
Mereka telah menorehkan tinta emas sejarah khazanah intelektual muslim dan dunia saat ini. Buah pikiran dan ide-ide cemerlang mereka tidak berhenti dimakan zaman tapi terus berkembang dan menjadi referensi dan acuan intelektual bagi generasi-generasi berikutnya.
Dalam bidang dakwah Qardhawi telah menulis beberapa buku diantaranya “Khitabuna Al-Islami fi Ashr Al-Aulamah yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “Retorika Islam Era Globalisasi” dalam buku ini Qardhawi mengklarifikasi tuduhan barat terhadap Islam, dan menjelasakan tentang retorika dakwah menurut ajaran Islam yang benar. Yaitu tentang hakekat retorika Islam, metode dan retorika agama menurut Al-Qur’an, Ciri-ciri metode dakwah Islamiyah, dan karekteristik metode dakwah Islamiyah.

I. PEMBAHASAN
Qardhawi dilahirkan di Desa Shafth Turab, Profinsi Manovia, Mesir pada tahun 1926. sejak kecil Qardhawi sudah digembleng dalam nuansa keagamaan. Tidak heran pada umur sembilan tahun, dia sudah hafal 30 juz Al-Qur’an.
Qardhawi menyelesaikan pendidikan formalnya dari mulai pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi di Al-Azhar. Dia sangat mencintai almamaternya tersebut. Sebagaimana dalam pernyataannya “Saya cinta Al-Azhar sejak kecil, saya bercita-cita untuk menjadi salah satu ulamanya. Al-Azhar menurut hemat saya adalah benteng pertahanan  agama dan ilmu pengetahuan. Atas bimbingan Al-Azhar orang-orang bodoh bisa belajar dan para pelaku maksiat mau bertobat”[2]
Qardhawi menempati posisi vital dalam hal pemikiran dan dakwah Islam kontemporer. Waktunya dihabiskan untuk berkhidmah kepada Islam, berceramah menyampaikan masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh umat Islam di berbagai negara. Dia adalah ulama yang fokal dan berani menentang kelaliman  hingga pernah dipenjara oleh pemerintahan Mesir saat itu. Dalam segi kepribadian Qardhawi juga adalah seorang yang sederhana dan tawadu’ dalam pergerakan Islam kontemporer ia mengilhami kebangkitan Islam modern. Hingga saat ini, sekitar 125 buku telah ia tulis, dalam berbagai dimensi keislaman. Sedikitnya ada 13 aspek kategori dalam karya-karya Qardhawi. Seprti maslah Fikih, Usul Fiqh, Ekonomi Islam, Ulumul Qur’an dan Sunnah. Aqidah dan filsafat, fikih dan prilaku, dakwah dan tarbiyah, gerakan dan kebangtkitan Islam, sastra dan lainnya. Sebagaian karya-karyanya telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia. Tercatat sedikitnya 55 judul buku telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.[3]

1.      B. Konsep Pendidikan Islam
b.1. Ma’na Pendidikan
Menurut Ngalim Purwanto pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. [4]
Hassan Langgulung (1987) menegaskan pendidikan sebagai merubah dan memindahkan nilai-nilai kebudayaan kepada setiap individu masyarakat melalui pelbagai proses. Proses pemindahan tersebut ialah pengajaran, latihan dan indoktrinasi. Pemindahan nilai-nilai melalui pengajaran ialah memindahkan pengetahuan dari individu kepada individu yang lain; dan latihan ialah membiasakan diri melakukan sesuatu untuk memperoleh kemahiran, sementara indoktrinasi juga menjadikan seseorang dapat meniru apa yang dilakukan oleh orang lain. Ketiga proses ini berjalan serentak dalam masyarakat primitif dan moden.[5]
Sedangkan pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba (abd)[6] dihadapan Khaliq-nya dan sebagai ‘pemelihara’ (khalifah) pada semesta.[7] Karenanya, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapakn peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat (lingkungan). Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa dilaksanakan pada masa-masa kejayaan Islam. Hal ini dapat kita saksikan, di mana pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang Jazirah Arab, Asia Barat hingga Eropa Timur. Untuk itu, adanya sebuah paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan.[8]
Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam ini tidak muncul secara spontan dan mendadak, namun kesadaran ini merupakan efek dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam (masa ke-Rasul-an Muhammad). Pada masa itu Muhammad senantiasa menanamkan kesadaran pada sahabat dan pengikutnya  akan urgensi ilmu dan selalu mendorong umat untuk senantiasa mencari ilmu.[9] Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya banyak hadis yang menjelaskan tentang urgensi dan keutamaan (hikmah) ilmu dan orang yang memiliki pengetahuan. Bahkan dalam sebuah riwayat yang sangat termashur disebutkan bahwa Nabi Muhammad menyatakan menuntut ilmu merupakan sesuatu yang diwajibkan bagi umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan.
Setelah wafatnya  Nabi Muhammad dan para sahabat, umat Islam secara umum tetap melanjutkan misi ini dengan menanamkan kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan kepada generasi-generasi sesudahnya, sehingga kesadaran ini menjadi sesuatu yang mendarah daging di kalangan umat Islam dan mencapai puncaknya pada abad XI sampai awal abad XIII M.[10]
Qardhawi (1980) pula mendefinisikan pendidikan sebagai pendidikan bagi keseluruhan hidup termasuklah akal, hati dan rohani, jasmani, akhlak, dan tingkahlaku.[11]
Qardhawi juga memandang bahwa semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.[12]
Meskipun demikian setidaknya ada tiga hal penting yang perlu mendapatkan perhatian serius tentang dikotomis atau non-dikotomis yaitu:
1.      Dalam kerangka teori dan falsafah yang harus ada didalam Backmaind (alam bawah sadar manusia) bahwasannya Ilmu tidak dapat didikotomikan karena segala pengetahuan adalah telah ada didalam konsep Islam baik yang dapat dibenarkan sekaligus diterima maupun yang tidak diterima.
2.      Dalam tataran praktek pendidikan tidak dapat dipungkiri bahwa ada dan bahkan harus dilakukan pendikotomian ilmu secara fiqhul aulawiyat (mengambil yang prioritas) mengingat kemampuan manusia yang sangat terbatas.
 “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".[13]
1.      Demikian pula para ulama juga telah membagi ilmu kedalam fardhu ‘ain dan fardhu kifayah yang menunjukkan bahwa pendikotomian dalam arti prioritas adalah hal yang bahkan harus dilakukan.
Jadi pendidikan menurut Islam ialah satu proses yang berkesinambungan untuk merubah, melatih, dan mendidik akal, jasmani, dan rohani manusia dengan berasaskan nilai-nilai Islam yang bersumberkan wahyu bagi melahirkan insan yang bertaqwa dan mengabadikan diri kepada Allah s.w.t. untuk mendapatkan kejayaan di dunia dan akhirat.
b.2. Tujuan Pendidikan
Secara garis besar bahwa tujuan pendidikan adalah[14]:
1.      a. Menciptakan manusia-manusia yang siap mengarungi kehidupan dalam berbagai situasinya
2.      b. Mempersiapkan peserta didik untuk mampu hidup bermasyarakat dalam aneka ragam gejolaknya.
Qarwadi menyebut tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan manusia dalam menghadapi masyarakat yang sering terdapat didalamnya kebaikan dan kejahatan, kemanisan dan kepahitan.[15]
Diantara materi-materi pendidikan yang dapat menghantarkan manusia untuk mewujudkan tujuan diatas adalah[16]:
1.      al-imaniyah (pendidikan iman)
2.      al-khuluqiyah (pendidikan akhlak)
3.      al-jismiyah (pendidikan jasmani)
4.      al-aqiliyah (pendidikan mental)
5.      al-nafsiyah (pendidikan jiwa)
6.      al-ijlimaiyah (pendidikan sosial)
7.      al-jinisiyah (pendidikan seks)
Dari sini dapat pula dilihat pendapat beliau yang secara lebih sepesifik mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan tidak hanya semata-mata membentuk manusia agar membangun hubungan yang baik secara vertikal kepada Allah Swt. Saja, tetapi harus pula berujung pada terbentuknya hubnungan horisontal yang harmonis terhadap sesama manusia dan alam disekitarnya.
Hal ini karena adalah sesuai dengan isyarat Allah swt. Yang disebutkan dalam Qs. Ali Imran ayat 112 berikut ini.
"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia[218][17], dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu[219][18] karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu[220][19] disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas".
b.3. Sistem Pendidikan
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan diatas maka haruslah dibuat sebuah system yang dapat menghantarkannya. Diantara sisitem-sistem dimaksud maka dapat diterapkan dalam institusi pendidikan berikut ini[20]:
b.3.1. Masa Permulaan Islam
Tahap ini adalah mencakup pendidikan pada zaman Rasulullah (609-632M) dan para khulafah al-Rasyidih (632-661M).
b.3.1.1. Dar al-Arqam
Rumah merupakan tempat pendidikan pertama yang diperkenalkan ketika Islam mulai berkembang di Mekah. Rasulullah menggunakan rumah Arqam bin Abi al-Arqam di al-Safa sebagai tempat pertemuan dan pengajaran dengan para sahabat. Jumlah kaum Muslimin yang hadir pada awalnya hanyalah sedikit, tetapi semakin lama menjadi bertambah sehingga menjadi 38 orang yang terdiri daripada golongan bangsawan Quraisy, pedagang dan hamba sahaya.
Di Dar al-Arqam, Rasulullah mengajar wahyu yang telah diterimanya kepada kaum Muslim. Beliau juga membimbing mereka menghafal, menghayati dan mengamalkan ayat-ayat suci yang diturunkan kepadanya.
b.3.1.2. Masjid
Fungsi masjid selain sebagai tempat ibadat ialah juga sebagai tempat penyebaran dakwah dan ilmu Islam; tempat menyelesaikan masalah individu dan masyarakat; tempat menerima duta-duta asing; tempat pertemuan pemimpin-pemimpin Islam; tempat bersidang; dan madrasah bagi anak-anak mempelajari ilmu agama & fardu ain.
Setelah berhijrah ke Madinah, pendidikan Islam pertama kali berpusat di masjid-masjid dan Masjid Quba’ merupakan masjid pertama yang dijadikan Rasulullah sebagai institusi pendidikan. Di dalam masjid, beliau mengajar dan memberi khutbah dalam bentuk halaqah di mana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan tanya-jawab tentang urusan agama dan kehidupan sehari-hari.
Semakin luas wilayah-wilayah yang ditaklukan oleh kaum muslimin maka semakin meningkat pula jumlah masjid yang didirikan. Di antara masjid yang dijadikan pusat penyebaran ilmu dan pengetahuan ialah Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Masjid Kufah serta Masjid Basrah.
b.3.1.3. Suffah
Al-Suffah merupakan ruang atau bangunan surau yang bersambung dengan masjid. Suffah dapat disebut sebagai sebuah sekolah kerana kegiatan pengajaran dan pembelajaran dilakukan secara teratur dan sistematik. Contohnya Masjid Nabawi yang mempunyai suffah yang digunakan untuk majlis ilmu.
b.3.1.4. Kuttab
Ia ditumbuhkan oleh orang Arab sebelum kedatangan Islam dan bertujuan untuk memberi pendidikan kepada anak-anak dikalangan rakyat jelata. Sungguhpun begitu, institusi tersebut tidak mendapat perhatian dari masyarakat Arab kerana sebelum kedatangan Islam, hanya 17 orang Quraisy yang tahu membaca dan menulis.  Kemahiran-kemahiran asas seperti membaca dan munlis dilakukan oleh kebanyakan guru-guru yang mengajar secara sukarela. Selain itu, Rasulullah juga pernah memerintkah tawanan perang Badar yang mampu membaca dan menulis supaya mengajar 10 orang anak-anak Islam sehingga mereka tahu membaca dan menulis dengan baik.
b.3.2. Masa Tabi’in dan Seterusnya
Masa ini meliputi zaman kerajaan Umaiyyah (662-750M) dan Abbaisiyah (751-1258M). Pada zaman ini, institusi pendidikan yang awal seperti masjid dan kuttab terus dikembangkan hasil dorongan dan motivasi dari para khalifah yang memerintah. Selain itu, institusi pendidikan tinggi dan lanjutan mulai diperkenalkan sehingga melahirkan banyak sarjana dan cerdikpandai Islam dalam pelbagai ilmu.
b.3.2.1. Manazil ulama & istana
Terdapat beberapa rumah ulama yang digunakan sebagai tempat pertemuan untuk majlis-majlis ilmu seperti rumah Ibnu Sina, Muhammad Ibnu Tahir Bahrom dan Abu Sulayman. Di samping itu istana khalifah turut dijadikan tempat perkembangan ilmu. Sebagai contoh Khalifah Muawiyah Ibnu Abi Sufyan yang mengundang ulama dan cerdik pandai untuk mendiskusikan sejarah peperangan, sejarah raja-raja Parsi, sejarah bangsa Arab dan sistem pemerintahan negara.
b.3.2.2. Perpustakaan
Perpustakaan secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian:
·         Perpustakaan Umum
Perpustakaan umum ialah perpustakaan yang didirikan untuk kegunaan orang banyak. Perpustakaan umum pertama didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyidin di Kota Baghdad dan dikenal sebagai Baitul Hikmah. Ia berfungsi sebagai gedung buku yang terdiri dari buku-buku dan penulisan pelbagai bahasa seperti bahasa Yunani, Parsi, Hindu, Latin dan sebagainya.
·         Perpustakaan Semi Umum
Ia kebiasaannya kepunyaan khalifah atau raja-raja yang didirikan di dalam istana. Perpustakaan ini tidak dibuka untuk orang ramai tetapi hanya terbuka untuk orang-orang tertentu saja yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat. Umpamanya kerajaan Fatimiyah telah mendirikan perpustakaan terbesar di istana Kaherah untuk menyaingi perpustakaan khalifah-khalifah Baghdad
·                     Perpustakaan Khusus
Ia merupakan perpustakaan khusus yang tidak membenarkan siapa pun menggunakan perpustakaan ini melainkan empunya perpustakaan. Ia biasanya dibina oleh ulama dan sasterawan di rumah masing-masing Contohnya, Perpustakaan Hunain Ibnu Ishaq.
b.3.2.3. Madrasah
Sekolah-sekolah atau madrasah awalnya didirikan untuk menggantikan masjid-masjid yang sudah tidak dapat menampung keperluan pendidikan dari segi ruang dan kelengkapan pembelajaran. Madrasah Baihaqiyah merupakan madrasah pertama yang didirikan oleh penduduk Naisabur.
1.      C. Konsep Dakwah Islamiyah
Secara bahasa dakwah berasal dari bahasa arab “da’a – yad’u” yang berarti menyeru, memanggil dan mengajak. Sedangkan arti dakwah secara istilah menurut para pakar adalah sebagai berikut :
1.      a. Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat Islam dari satu keadaan kepada keadaan lain.[21]
2.      b. Menurut Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.[22] Pendapat ini selaras dengan Imam Al-Ghazali yang mengatakan amar ma’ruf nahyi munkar adalah inti gerakan dakwan dan penggerak dalam dinamika masyarakat.
Dari pengertian di atas dapat diambil pemahaman bahwa, ajakan dari seseorang (Da’i) kepada umat (Mad’u) berbuat kebaikan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya, dan melarang mereka untuk melakukan perbuatan keji dan mungkar. Seorang da’I dalam hal ini ditantang untuk berani menggerakkan masyarakat dari statis menjadi dinamis. Melalui pendekatan-pendekatan yang humanis seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah.
1.      D. Dakwah dalam Perspektif Qardhawi
1. Prinsip-Prinsip Dakwah
Dakwah menurut Qardhawi harus bersifat seruan kepada kebaikan. Dakwah tidak boleh dipahami sebagai seruan untuk tampil beda (Istimewa) dengan segala tujuannya. Menurutnya karena Islam sejak awal dakwahnya merupakan sebuah risalah universal, dakwah kepada manusia secara keseluruhan dan sebagai rahmat bagi setiap hamba Allah, hal ini selaras dengan firman Allah SWT :
 “Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” (Q.S. Al-Anbiya : 107)
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman :
 “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (al-Qur’an) kepada manusia agar menjadi peringatan bagi seluruh alam". (Qs. Al-Furqan: 1)
Qardhawi juga menunjukkan ayat-ayat lain sebagai penguat argumentasinya yaitu Q.S. Al-An’am :30, Q.S. Al-A’raf 158 Q.S. Saba 28 dan Q.S. Ali Imran :110.
Umat Islam ditugaskan untuk mengemban risalah universal kepada seluruh dunia. Maka tidak boleh baginya memonopoli kebaikan dan bahaya untuk dirinya sendiri. Melainkan setelah mendapatkan petunjuk dengan cahaya Allah, maka ia berkewajiban untuk mengajak orang lain kejalan Allah setelah ia melakukannya terlebih dahulu. [23]
Risalah Islam yang universal merupakan rahmat bagi alam semesta sebagaimana yang digambarkan oleh Allah merupakan seruan kepada kebaikan umat manusia. Rahmat atau kebaikan ini menurut Qardhawi tampak jelas dalam beberapa prinsip atau nilai luhur yang diserukan oleh Islam. Dia menunjukkan beberapa prinsip yang menonjol dalam pendidikan dakwah Islamiyah sebagai berikut :
1.      a. Dakwah untuk membebaskan manusia dari penyembahan kepada manusia.[24]
Prinsif ini menurut  Qardhawi  sebagai prinsif tauhid murni yang melawan segala macam  bentuk perbuatan syirik. Pendidikan dakwah dalam hal ini harus membebaskan manusia dari penghambaan terhadap sesamanya, termasuk juga penghambaan terhadap benda-benda yang bersifat ilusi atau dzat benda-benda.
1.      b. Dakwah untuk persaudaraan dan persamaan manusia
Menurut Qardhawi persaudaraan adalah buah dari tauhid yang diserukan oleh Islam dan konsekwensinya adalah persamaan manusia.  Persaudaraan itu dibangun dalam beberapa hal : Pertama kedudukan manusia sebagai hamba Allah yang telah menciptakan mereka adalah sama dihadapan-Nya. Kedua; sebagai anak Adam, meskipun berbeda kulit, warna, adat istiadat dan budaya pada hakekatnya tidak ada perbedaan diantara mereka yaitu sama-sama dari Adam. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW pada saat haji wada bahwa tidak ada perbedaan antara  arab dan bukan arab. Taqwa `lah yang membedakan mereka.[25]
1.      c. Dakwah Untuk Keadilan Seluruh Umat Manusia
Qardhawi berpandangan diantara seruan Islam untuk kebaikan umat  manusia adalah: menegakkan keadilan antara sesama manusia. Keadialan bukanlah bagi orang arab saja, keadilan Isalam bersifat syumul (menyeluruh) ayat Al-Qur’an yang memerintahkan mansusia untuk berbuat adil diantaranya adalah Q.S. Al-Hadid ;25, dan Q.S An-Nisa : 58. Menurutnya terdapat sembilan ayat dalam surat An-Nisa sebagai teguran kepada Rasulullah ketika ingin membela sekelompok umat Islam yang lemah atau kaum munafik yang menuduh seorng yahudi berbuat suatu kedzaliman dengan mencuri. Teguran tersebut terdapat dalam ayat 105 – 114.
1.      d. Dakwah untuk Perdamaian Dunia
Sebagai agama yang cinta damai perdamaian dunia merupakan bagian dari dakwah Islamiyah. Prihal jihad dengan pedang yang sering dijadikan prisai untuk menghantam umat Islam sebagai agama yang menyukai kekerasan oleh orang luar. Menurut Qardhawi jihad yang sesungguhnya didalam Islam adalah hanyalah untuk membela dakwah, jika dimusuhi atau pemeluk dakwah disiksa dan difitnah. Jihad dilakukan untuk orang yang memerangi Islam, jidad dilakukan untuk membela orang-orang yang lemah. Dan memberikan pelajaran kepada orang-orang yang menghianati. Jihad menurut Qardhawi tidak disyariatkan untuk permusuhan atau pelanggaran terhadap orang-orang yang berdamai yang tidak berdosa. Dalam hal ini Al-Qur’an telah jelas hanya mengizinkan berjihad untuk membela diri dari orang-orang dzalim (Q.S. Al-Hajj 39-40)
1.      2. Retorika Dakwah di Era Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan global yang menjadikan dunia seolah menjadi dekat seperti menjadi satu kampung saja, kejadian disatu negara dapat diterima secepat kilat beritanya oleh negara lain,  kecanggihan komunikasi dan informasi semakin hari semakin manakjubkan. Dengan kecanggihan alat komunikasi pada saat ini para kepala negara dapat melakukan rapat dengan kepala negara lain tanpa harus beranjak dari tempat duduk di negaranya.
Dengan kecanggihan seperti di atas menurut Qardhawi  maka dakwah Islamiyah harus memiliki retorika dan karakteristik yang mendasar, yang mampu mengantarkan substansi dakwah kepada semua umat manusia. Dapat memuaskan nalar mereka dengan hujjah yang nyata, melunakan hatinya dengan mauidzah yang baik, tidak menyimpang dari hikmah dan tidak melenceng dari dialog dengan yang terbaik.
Menurutnya diantara karakteristik retorika dakwah yang harus dimiliki oleh setiap da’i adalah sebagai berikut:
1.Mengajak manusia untuk beriman kepada Allah dan tidak mengingkari keberadaannya
2.Meyakini wahyu dan tidak menafikan akal
3.Menyeru spiritual dan tidak menyepelekan material
4.Memperhatikan ibadah-ibadah syariyah dan tidak melupakan nilai-nilai moral
5.Berdakwah guna mengagungkan aqidah, menyebar toleransi dan kasih sayang
6.Memikat dengan hal-hal ideal dan peduli terhadap realita
7.Mengajak kepada keseriusan dan konsistensi, dan tidak melupakan berhibur dan istirahat
8.Berorientasi global dan tidak melupakan aksi lokal
9.Mencermati modernitas dan berpegang teguh kepada orsinalitas
1.      Bersikap futuristik dan tidak memungkiri masa lalu
2.      Memudahkan berfatwa dan menggembirakan dalam berdakwah
3.      Mengumandangkan ijtihad dan tidak melampaui batasan permanen
4.      Menolak gerakan terorisme yang terlarang dan mendukung jihad yang disyariatkan
5.      Mengukuhkan eksistensi wanita dan tidak mengikis martabat laki-laki
6.      Melindungi hak-hak kaum minoritas dan menolak arogansi.[26]
Dari penjelasan di atas  Qardhawi mencoba meneropong esensi rertorika berdakwah dalam Islam yaitu untuk menegakkan keadilan dalam seluruh sendi kehidupan, dan menepis tudingan Amerika yang menganggap umat Islam telah keliru didalam memahami esensi dakwah.
III. PENUTUP
Dari uraian tadi, Penulis mencoba menyimpulkan bahwa pendidikan dan dakwah Islamiyah sudah tertata secara ideal ketentuan dan batasan-batasannya dari segala dimensinya.
Pendidikan dan dakwah Islamiyah terlahir dari kandungan Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan dari keislaman era tertentu yang memaksakan dirinya untuk berlaku pada era kita.         Dalam menyampaikan misinya, dakwah Islamiah menyeru kepada umatnya untuk  membebaskan manusia dari penyembahan kepada manusia, menjalin persaudaraan dan persamaan manusia, dakwah untuk keadilan seluruh umat manusia serta duntuk kemaslahatan dunia.



REFERENSI
1.      Abd. Rauf , Abdul Qadir Sayid, Dirosah fid d da’wah Islamiyah, Kairo; Dar El-Tiba’ah al-Mahmadiyah, 1987, cet 1
2.      Asrohah, Hanun, sejarah Pendidikan Islam, (Ciputat : Logos Wacana Ilmu 1999)
3.      Azra, Azyumardi dan Maarif, Syafi’I, Ensiklopedi Tokoh Islam, Dari Abu Bakr Sampai Nashir dan Qardawi, (Jakarta : Hikmah :2003)
4.      Darussalam, Ghazali, Dinamika Dakwah Islamiyah, Malaysia, Nur Niaga SDN.BHD, 1996, cet.1
5.      Hadi ,Saiful, Menuju Pemahaman Islam Yang Kaffah (Terj).  Qardhawi “Madkhal li Marifatil Islam” (Jakarta : Insan Cemerlang : 2003)
6.      Noor Ridlo,  Abddillah, HM,  Retorika Islam (Terj) Qardhawi, Khitabuna Al-Islami fi Ashr Al-Aulamah (Jakarta : Khalifa 2004)
7.      Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teori dan Praktek (Bandung : PT. Remaja Rosyda Karya : 1984)
8.      Qardhawi, Yusuf, Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin, Jakarta: Media Da’wah, cet. 1, th. 1983
9.      Suparta,  Munzier, Harjani, Hefni,  (ed), Metode Dakwah, (Jakarta : Prenada Media : 2003)

No comments: