Total Pageviews

Thursday, June 9, 2011

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.
Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.
Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian.
Pengertian pendidikan secara umum yang dihubungkan dengan Islam—sebagai suatu system keagamaan—menimbulkan pengertian-pengertian baru, yang secara implicit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.
Pengertian pendidikan islam
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam: informal, formal dan non formal.
Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam pengertian pendidikan Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya.
Sedang Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.1
Dari definisi dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut yaitu ” sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia”.
Jadi definisi pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempattempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk manusia saja.
Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas diperuntutukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam At-ta’dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mancakup juga pendidikan kepada hewan. Menurut Al-Attas Adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan beberapa tingkat dan tingkatan derajat mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.
Dari pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam, arti dari pengertian itu adalah, “pengenalan” adalah menemukan tempat yang tepat sehubungan denagn apa yang dikenali, sedangkan “pengakuan” merupakan tindakan yang bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu, akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.2
Tujuan pendidikan islam
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).
Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :
“ Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi
1. Pembinaan akhlak.
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi :
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia di dunia dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.
4. Akhlak mulia.
Kesimpulan
Dengan pemaparan definisi pendidikan islam di atas dapat disimpulkan bahwa definisi pendidikan islam adalah proses pembentukan kepribadian manusia kepribadian islam yang luhur. Bahwa pendidikan islam bertujuan untuk menjadikannya selaras dengan tujuan utama manusia menurut islam, yakni beribadah kepada Allah swt.
Diharapkan dengan pemahaman hakikat pendidikan islam ini. Member motivasi agar manusia khususnya muslim selalu mencari ilmu hingga akhir hayat, dalam rangka merealisasikan tujuan yang telah disebutkan dalam QS. Adz-Dzariyat: 56 dapat diaplikasikan secara kontiniu

MAKALAH cara menganyam kertas koran menjadi keranjang

A. Latar Belakang
Dalam peraturan Pemerintah RI No. 20 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah Bab I dan pasal 1 ayat 2 dinyatakan bahwa.
“Taman Kanak-Kanak adalah salah satu bentuk Pendidikan Prasekolah yang menyediakan Program Pendidikan Dini bagi usia 4 tahun sampai memasuki Pendidikan Dasar”. Oleh sebab itu diharapkan kepada para pendidik untuk dapat memberikan layanan dan bimbingan secara profesional dalam rangka membentuk sikap, pengetahuan serta keterampilan.
Pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) di laksanakan dengan prinsip “Bermain sambil belajar, atau belajar seraya bermain”. Sesuai dengan perkembangan, oleh sebab itu di harapkan seorang pendidik yang kreatif dan inovatif agar anak bisa merasa senang, tenang, aman dan nyaman selama dalam proses belajar mengajar.
a) Kajian Secara Umum
Pada umumnya dunia anak terkait dengan aktifitas bermain, kegiatan-kegiatan yang diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan perkembangan anak. Di dalam makalah ini terdapat cara-cara menganyam kertas Koran sehingga dapat mengasah kreatifitas anak. Selain itu didalam makalah ini juga terdapat manfaat-manfaat yang dapat diperoleh anak dalam menganyam kertas Koran. Kegiatan ini sangat menyenangkan anak, karena anak suka berimajinasi sesuai dengan kemampuan dan daya fakir mereka dalam menganyam kertas koran menjadi keranjang Koran.
b) Tujuan
Tujuan dari seni menganyam kertas koran yang terdapat dalam makalah ini adalah :
1. Seni menganyam kertas koran dapat di jadikan sarana melatih kreativitas anak-anak melalui kegiatan bermain yang menyenangkan.
2. Bagi pembaca dapat mengajarkan pada anak didiknya dengan mudah, dengan menirukan membuat berbagai bentuk keranjang koran dari kartas koran dengan membaca langkah demi langkah cara pembuatannya.
3. Melalui seni menganyam kertas koran daya imajinasi dan kreasi anak-anak pun akan berkembang.
c) Manfaat
Manfaat dari seni menganyam kertas koran adalah dapat mengembangkan koordinasi mata dan tangan anak serta mengembangkan kreativitas anak dalam menganyam kertas koran.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana cara menganyam kertas koran menjadi keranjang koran seperti bentuk menganyam kertas koran dalam makalah ini :
1. Menganyam kertas koran berbentuk keranjang koran

BAB II
PEMBAHASAN

1. Cara Penganyam Kertas Koran Berbentuk Keranjang Koran
a. Kertas koran di gunting menjadi 4 bagian
b. Tiap-tiap guntingan di lipat memanjang
c. Jejerkan lima (5) koran lipat pendek, masukkan satu satu bersatu koran lipat pendek yang lain dengan cara menganyam, berilah di setiap anyaman agar tidak lepas.
d. Tekuk koran lipat empat sebagai pagar
e. Masukkan koran lipat panjang dengan cara anyaman
f. Anyam terus sampai kita memperoleh dinding pagar setinggi yang kita inginkan beri lem di setiap anyaman agar kuat.
g. Gunting sisa pagar yang tidak diinginkan
h. Pasang satu koran lipat panjang untuk tangkai keranjang
i. Beri warna dengan cat agar keranjang nampak cantik






BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kegiatan seni menganyam kertas koran sangat mudah di lakukan dan dicerna oleh anak melawi seni menganyam kertas koran anak bisa mengembangkan kreatifitas dan daya imajinasinya dengan membentuk anyaman kertas koran menjadi bentuk keranjang koran sesuai dengan daya piker anak.

B. Saran
Saran penulis bagi pembaca makalah ini adalah penulis berharap kreativitas seni menganyam kertas koran ini bisa terus di kembangkan di TK, sehingga anak benar-benar bisa mengembangkan daya pikirnya untuk bisa menciptakan hal-hal yang baru sesuai dengan imajinasinya.


DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas : didaktik/ Metode Umum di Taman Kanak-Kanak. Jakarta 1990.

MAKALAH ADMINISTRASI

A. Pengertian Administrasi
Administrasi didefenisikan oleh banyak para ahli, karena memang istilah administrasi mempunyai berbagai macam pengertian di Indonesia saja. The Liang Gie telah berhasil mengumpulkan lebih dari mepat puluh lima defenisi administrasi kemudian ia mengelompokkan kedalam tiga kategori defenisi administrasi, yakni :
a. Administrasi dalam pengertian proses atau kegiatan
Menurut Sondang P. Siangan Administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dibentukan.
b. Administrasi dalam pengertian tata usaha
Menurut munawardi Reksohadiprowiro “dalam arti sempi” administrasi berarti tata usaha yang mencakup setiap pengaturan yang rapid an sistematis serta penentuan fakta-fakta serta tertulis dengan tujuan memperoleh pandangan yang menyeluruh serta hubungan timbale balik antara satu fakta dengan fakta lainnya.
c. Administrasi dalam pengertian pemerintah
Menurut Wijana, administrasi adalah “Rangkaian semua organ-organ Negara rendah dan tinggi yang bertugas menjalankan pemerintahan pelakanaan dan kepolisian
Pengertian administrasi juga di defenisika oleh para ahli dan negeri diantaranya :
1. Leonard D. White (1958) Administrasi adalah suatu proses yang umum dalam semua usaha-usaha suatu kelompok baik dalam usaha umum atau pribadi.
2. Wiliaw H. Newman (1963) Administrasi adalah pembimbingan, kepemimpinan dan pengawasan usaha-usaha suatu kelompok individu kearah pencapaian tujuan bersama.

B. Unsur-Unsur Administrasi
Kegiatan yang bersifat kerja sama mencakup bidang yang sangat luas dimana saja kerja sama selalu melekat pada kegiatan manusia menurut The Liang Gie yang disebut administrasi adalah ; “Segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerja sama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu”. Dari defenisi The Liang Gie tersebut kita mendapat tiga unsur administrasi yang terdiri dari :
1. Kegiatan melibatkan dua orang atau lebih
2. Kegiatan dilakukan secara bersama-sama
3. Ada tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Tiga unsur tersebut berkaitan erat satu sama lain dan terpadu. Jika salah satunya tidak ada maka kegiatan tersebut tidak dapat disebut sebagai administrasi.
C. Hubungan Antar Makna dan Defenisi Administrasi
Sekalipun dengan susunan kata-kata yang berlainan namun semua defenisi tersebut diatas mempunyai inti yang sama yaitu memandang administrasi sebagai suatu jenis kegiatan, aktivitas pekerjaan perbuatan, tindakan ataupun usaha. Tetapi kegiatan yang dilakukan tidak hanya satu macam melainkan merupakan suatu rangkaian kegiatan.
Jadi, sesungguhnya administrasi dapat dipandang sebagai suatu rangkaian, tetapi juga dapat dipandang sebagai proses pemikiran. Begitu luasnya bidang yang dicakup oleh istilah administrasi, sehingga Robert prestus sampai-sampai mengungkapkan bahwa-bahwa cakupan ilmu-ilmu sosial lainnya karena kerja sama dalam setiap aspek kehidupan.

D. Cabang-Cabang Ilmu Administrasi
Secara umum ilmu administrasi dibagi dalam dua cabang besar yakni : adminitrasi Negara dan administrasi niaga perbedaan antara dua cabang ilmu ini terletak pada fokus pembahasan atau objek studi.
The Liang Gie menyebutkan delapan cabang ke ilmuan berasal dari rumpun ilmu administrasi cabang-cabang yang dimaksud adalah :
1. Ilmu Organisasi
2. Ilmu Manajemen
3. Ilmu Tata Hubungan
4. Ilmu Administrasi Kepegawaian
5. Ilmu Administrasi Keuangan
6. Ilmu Administrasi Perbekalan
7. Ilmu Administrasi Perkantoran
8. Ilmu Hubungan Masyarakat

E. Perkembangan Administrasi
Teguhnya kedudukan administrasi Negara dalam kehidupan masyarakat modern tak bias dilepaskan dari faktor kesejarahan apa yang dicapai administrasi sekarang merupakan hasil dari rangkaian perjalan yang panjang administrasi modern penuh dengan usaha untuk lebih menekan jabatan publik agar mempersembahkan segala kegiatannya untuk mewujudkan kemakmuran dan melayani kepentingan umum.
Pentingnya administrasi dikaitkan dengan kenyataan bahwa kehidupan menjadi tak bermakna kecuali dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat public seiring perkembangan administrasi dipandang sebagai motor penggerak pembangunan serta bisa membantu memberikan keterampilan dalam bidang prosedur, teknik dan mekanik serta administrasi memberikan bakal ilmiah dalam melakukan evaluasi terhadap segala kegiatan.
Administrasi sebagai salah satu bagian dari Ilmu pengetahuan yang membahas masalah masalah sosial berada pada sebuah sistem terbuka yang mempelajari proses kerja sama. Sebagai Ilmu Administrasi merupakan sebuah system terbuka yang berkembang melalui tahap tahap yang pada setiap tahapnya mencitakan pengetahuan baru yang berangkat dari permasalahan yang dihadapi.
Ilmu Administrasi bukan hanya masalah ketatausahaan pada suatu organisasi saja, tetapi juga mencakup pengaturan tatanan kehidupan modern serta mentalitas bangsa. Administrasi mempunyai peranan dalam pengembangan dan perumusan kebijakan organisasi dengan mengedepankan objektifitas, moral bangsa, sebagai satu satunya jalan untuk mempelajari dan mengembangkan pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi manusia.
Tata usaha sudah dilaksanakan pada sama kuno sewaktu orang yang bisa nulis huruf sampai dewasa ini. Tata usaha yang sering disebut juga pekerjaan tulis pekerjaan kantor, atau pekerjaan kertas telah berkembang sangat luas dalam beberapa puluh tahun terakhir ini.
Tata usaha yang demikian meluas itu sebabkan oleh berbagai faktor dalam dunia modern ini seperti misalnya pertambahan penduduk . Perluasan pendidikan kemajuan teknologi. Perkembangan badan-badan usaha yang bercorak ketata usahaan (umpamanya perusahaan bank, iklan dan penerbitan), dan karena ketentuan ketentuan dari pemerintah yang masyarakat bukti-bukti tertulis umpamanya surat keterangan, kartu penduduk, dan salinan macam-macam dokumen. Maupun karena meluasnya pelaksanaan aktivitas-aktivitas administrasi lainnya seperti misalnya dalam hal pembuatan bagan organisasi, penyusunan rencana, penyampaian instruksi, pengangkatan pegawai, pertanggung jawaban keuangan, penginventarisan barang perbekalan dan penyebaran sirkuler perkenalan.
Pengajaran perkantoran di Amerika Serikat perkembangan ilmu administrasi perkontaran memperoleh kelanjutannya dalam dunia pendidikan dan pengajaran.

F. Peranan Administrasi
Administrasi amat erat hubungan dengan kegiatan-kegiatan pemberian jasa dan barang yang bersifat publik dalam hal pelaksanaan dan pemberian pelaksanaan kepada umum sedapat mungkin kedua fungsi dasar ini dilaksanakan oleh administrasi Negara secara efektif, efesien dan selaras sesuai dengan keinginan serta kebutuhan rakyat.
Peranan Administrasi diantaranya :
1. Untuk mengembangkan lingkungan yang mampu mendorong munculnya insiatik perseorangan dan berlakunya control sosial dan kontruktif.
2. Meningkatkan kemampuan dalam membuat deferminasi kebijakan public yang lebih berdaya guna agar kegiatan pemerintahan dapat diselenggarakan produktif, praktis serta selalu memperimbangkan ukuran ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA

Poerwanto. 2006. New Business Administration. Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Mufiz, ali. 2009. 2004. Pengantar Ilmu Administrasi Negara Edisi I. Universitas Terbuka. Jakarta

Friday, June 3, 2011

MAKALAH FIQIH TENTANG ARIYAH

BAB I
PENDAHULUAN

Kegiatan ekonomi yang sering kita

MAKALAH FIQIH TENTANG MUZARA'AH DAN MUKHABAROH

I. PENDAHULUAN
Apabila kita perhatikan kehidupan masyarakat Indonesia yang agraris. Praktik pemberian imbalan atAs jasa seseorang yang telah menggarap tanah orang lain masih banyak dilaksanakan pemberian imbalan ada yang cenderung pada praktek muzara’ah dan ada yang cenderung pada praktik mukhabarah. Hal tersebut banyak dilaksanakan oleh para petani yang tidak memiliki lahan pertanian hanya sebagai petani penggarap.
Muzara’ah dan mukhabarah ada Hadits yang melarang seperti yang diriwayatkan oleh (H.R Bukhari) dan ada yang membolehkan seperti yang diriwayatkan oleh (H.R Muslim).
Berdasarkan pada dua Hadits tersebut mudah – mudahan kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan oleh salah satu pihak, baik itu pemilik tanah maupun penggarap tanah

II. MUZARA’AH DAN MUKHABARAH
A. Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah
Muzara’ah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik tanah
Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
Munculnya pengertian muzara’ah dan mukhabarah dengan ta’rif yang berbeda tersebut karena adanya ulama yang membedakan antara arti muzara’ah dan mukhabarah, yaitu Imam Rafi’I berdasar dhahir nash Imam Syafi’i. Sedangkan ulama yang menyamakan ta’rif muzara’ah dan mukhabarah diantaranya Nawawi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Jauhari, Al Bandaniji. Mengartikan sama dengan memberi ketetntuan: usaha mengerjakan tanah (orang lain) yang hasilnya dibagi.


B. Dasar Hukum Muzara’ah Dan Mukhabaroh
عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجِ قَالَ كُنَّااَكْثَرَاْلاَنْصَارِ حَقْلاً فَكُنَّا نُكْرِىاْلاَرْضَ عَلَى اَنَّ لَنَا هَذِهِ فَرُبَمَا أَخْرَجَتْ هَذِهِ وَلَمْ تُخْرِجْ هَذِهِ فَنَهَانَاعَنْ ذَلِكَ

Artinya :
Berkata Rafi’ bin Khadij: “Diantara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya, kadang sebagian tanah itu berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah SAW. Melarang paroan dengan cara demikian (H.R. Bukhari)

عَنْ اِبْنِ عُمَرَاَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطِ مَايَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ (رواه مسلم)
Artinya:
Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim)

C. Pandangan Ulama Terhadap Hukum Muzara’ah Dan Mukhabarah
Dua Hadits di atas yang dijadikan pijakan ulama untuk menuaikan kebolehan dan katidakbolehan melakukan muzara’ah dan mukhabarah. Setengah ulama melarang paroan tanah ataupun ladang beralasan pada Hadits yang diriwayatkan oleh bukhari tersebut di atas
Ulama yang lain berpendapat tidak ada larangan untuk melakukan muzara’ah ataupun mukhabarah. Pendapat ini dikuatkan oleh Nawawi, Ibnu Mundzir, dan Khatabbi, mereka mengambil alsan Hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas
Adapun Hadits yang melarang tadi maksudnya hanya apabila ditentukan penghasilan dari sebagian tanah, mesti kepunyaan salah seorang diantara mereka. Karena memang kejadian di masa dahulu, mereka memarohkan tanah dengan syarat dia akan mengambil penghasilan dari sebagian tanah yang lebih subur keadaan inilah yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam Hadits yang melarang itu, karena pekerjaan demikian bukanlah dengan cara adil dan insaf. Juga pendapat ini dikuatkan orang banyak.

D. Zakat Muzara’ah Dan Mukhabarah
Zakat hasil paroan sawah atau ladang ini diwajibkan atas orang yang punya benih, jadi pada muzara’ah, zakatnya wajib atas petani yang bekerja, karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, yang punya tanah seolah – olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan penghasilan sewaan tidak wajib dikeluarkan zakatnya
Sedangkan pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, maka zakat wajib atas keduanya, diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi


III. KESIMPULAN

Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
Dengan adanya praktek mukahbarah sangat menguntungkan kedua belah pihak. Baik pihak pemilik sawah atau ladang maupun pihak penggarap tanah.
Pemilik tanah lahannya dapat digarap, sedangkan petani dapat meningkatkan tarap hidupnya

DAFTAR PUSTAKA

H. Sulaeman Rasyid, Fiqih Islam, PT. Sinar Baru Algensindo, Bnandung, 1994
Drs. Suparta dkk. Materi Pokok Fiqih I, Universitas terbuka, 1992
DR. (He) Drs. H.S Sholahuddin, Fiqhul Islam, Biro Penerbit Jurusan Syariah STAIN Cirebon, 2000

Thursday, June 2, 2011

MAKALAH FIQIH TENTANG INFAQ, SHADAQOH, HIBAH DAN HADIAH

a. Shadaqah
1. Pengertian Shadaqah dan Hukumnya
Shadaqah ialah pemberian sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan, dEmgan mengharap ridha Allah semata. Dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut sedekah.
Hukum shadaqah ialah sunnat : hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT, sebagai berikut :
Artinya : "Dan bersedekahlah kepada Kami, sesungguhnya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang bersedekah" (Yusuf : 88)
Allah juga berfirman sebagai berikut :
Artinya : "Dan kamu tidak menafkahkan, m~/ainkan karena mencari keridhaan Allah dan sesuatu yang kamu belanjakan, kelak akan disempurnakan ba/asannya sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya". (QS. AI Baqarah : 272) /
Shadaqah merupakan salah satu amal shaleh yang tidak akan terputus pahalanya, seperti sabda Rasulullah SAW:
Artinya : "Apabila seseorang te/ah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali
tiga perkara, shadaqahjariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang selalu mendo'akan
kedua orang tuanya". (HR. Muslim)
Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang terdekat dahulu,
yakni sanak famili dan keluarga, anak-anak yatim tetangga terdekat, teman sejawat, dan seterusnya.

2. Rukun Shadaqah
Rukun shadaqah dan syaratnya masing-masing adalah sebagai berikut :
a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk
mentasharrufkan ( memperedarkannya )
b. Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak syah memberi kepada.
anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada binatang, karena keduanya
tidak berhak memiliki sesuatu
c. Ijab dan qabul, ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi sedangkan qabul
ialah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian .
d. Barang yang diberikan, syaratnya barang yang dapat dijual
Perbedaan shadaqah dan infak, bahwa shadaqah lebih bersifat umum dan luas, sedangkan infak adalah pemberian yang dikeluarkan pad a waktu menerima rizki atau karunia Allah. Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni tidak menentukan kadar, jenis, maupun jumlah, dan diberikan dengan mengharap ridha Allah semata.
Karena istilah shadaqah dan infak sedikit sekali perbedaannya, maka umat Islam lebih cenderung menganggapnya sama, sehingga biasanya ditulis infaq I shadaqah.
Bershadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji (riya) atau dianggap dermawan, dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan, apalagi menyakiti hati si penerima. Sebab yang demikian itu dapat menghapuskan pahala shadaqah. Allah berfirman dalam surat AI Baqarah ayat 264 :
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan ( paha/a) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti ( perasaan di penerima ), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia ..." (QS. AI Baqarah : 264)
b. Hibah
1. Pengertian dan Hukumnya
Menurut bahasa hibah artinya pemberian. Sedangkan menurut istilah hibah ialah pemberian . sesuatu kepada seseorang secara cuma-cuma, tanpa mengharapkan apa-apa. Hibah dapat disebutjuga hadiah.
Hukum hibah adalah mubah ( boleh ), sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut :
Artinya : "Dari Khalid bin Adi sesungguhnya Nabi SA W telah bersabda "siapa yang diberi kebaikan oleh saudaranya dengan tidak berlebih-Iebihan dan tidak karena diminta maka hendaklah diterima jangan ditolak. Karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan rizki yang diberikan oleh Allah kepadanya". (HR. Ahmad)
2. Rukun Hibah
Rukun hibah ada empat, yaitu :
a. Pemberi hibah ( Wahib )
b. Penerima hibah ( Mauhub Lahu ) c. Barang yang dihibahkan .
d. Penyerahan ( Ijab Qabul )
3. Ketentuan Hibah
Hibah dapat dianggap syah apabila pemberian itu sudah mengalami proses serah terima.
Jika hibah itu baru diucapkan dan belum terjadi serah terima maka yang demikian itu belum
termasuk hibah.
Jika barang yang dihibahkan itu telah diterima maka yang menghibahkan tidak boleh meminta
kembaJi kecuali orang yang memberi itu orang tuanya sendiri (ayah/ibu) kepada anaknya
C. Hadiah
1. Pengertian dan Hukumnya
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk mmnuliakan atau memberikan penghargaan. Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya agar saling memberikan hadiah. Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati antara sesama. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : "Hendaklah kalian saling memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling menyayangi " ( HR Abu Ya'la )
Hukum nadiah adalah boleh ( mubah ). Nabi sendiripun juga sering menerima dan memberi hadiah kepada sesama muslim, sebagaimana sabdanya:
Artinya: "Rasulullah SAWmenerima hadiah dan beliau selalu membalasnya". (HR. AI Bazzar)
2. Rukun Hadiah
Rukun hadiah dan rukun hibah sebenarnya sama dengan rukun shadaqah, yaitu :
a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan yang berhak mentasyarrufkannya
b. Orang yang diberi, syaratnya orang yang berhak memiliki .
c. Ijab dan qabul
d. Barang yang diberikan, syaratnya barangnya dapat dijual
d. Hikmah dan Manfaat Shadaqah, Hibah dan Hadiah
1. Sebagai pernyataan rasa syukur kepada Allah SWT. yang diwujudkan dengan memberi sebagian harta kepada orang lain
2. Dapat menciptakan rasa kasih sayang, kekeluargaan dan persaudaraan yang lebih intim antara pemberi dan penerima

Makalah Fiqih Munakahat

BAB I

PENDAHULUAN
Dalam usaha meleburkan suatu bentuk hukum dalam dunia hukum Islam Indonesia. Tentunya kita ingin mengetahui lebih dalam darimana asal konsep hukum yang diadopsi oleh Departemen Agama RI tersebut yang kemudian menjadi produk hukum yang lazim disebut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, dan diantara materi bahasannya adalah rukun dan syarat perkawinan yang akan coba kita pelajari perbandingannya dengan fikih munakahat.
Terpenuhinya syarat dan rukun suatu perkawinan, mengakibatkan diakuinya keabsahan perkawinan tersebut baik menurut hukum agama/fikih munakahat atau pemerintah (Kompilasi Hukum Islam).Bila salah satu syarat atau rukun tersebut tidak terpenuhi maka mengakibatkan tidak sahnya perkawinan menurut fikih munakahat atau Kompilasi Hukum Islam, menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan salah satunya.
Berawal dari garis perbandingan antara kedua produk hukum tersebut, pemakalah mencoba membahas perbandingan antara keduanya sehingga dapat diketahui lebih dalam hubungan antara keduanya.


BAB II
PEMBAHASAN


Pengertian Nikah
secara bahasa : kumpulan, bersetubuh, akad.
secara syar’i : dihalalkannya seorang lelaki dan untuk perempuan bersenangg-senang, melakukan hubungan seksual, dll .

Hukum Nikah
Para fuqaha mengklasifikasikan hukum nikah menjadi 5 kategori yang berpulang kepada kondisi pelakunya :
 Wajib, bila nafsu mendesak, mampu menikah dan berpeluang besar jatuh ke dalam zina.
 Sunnah, bila nafsu mendesak, mampu menikah tetapi dapat memelihara diri dari zina.
 Mubah, bila tak ada alasan yang mendesak/mewajibkan segera menikah dan/atau alasan yang mengharamkan menikah.
 Makruh, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah tetapi tidak merugikan isterinya.
 Haram, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah sehingga merugikan isterinya.

A. TUJUAN DAN HIKMAH NIKAH
Tujuan Nikah ditinjau dari:
TUJUAN FISIOLOGIS
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
1. Tempat semua anggota keluarga mendapatkan sarana berteduh yang baik & nyaman.
2. Tempat semua anggota keluarga mendapatkan kosumsi makan-minum-pakaian yang memadai.
3. Tempat suami-isteri dapat memenuhi kebutuhan biologisnya.

TUJUAN PSIKOLOGIS
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
1. Tempat semua anggota keluarga diterima keberadaannya secara wajar & apa adanya.
2. Tempat semua anggota keluarga mendapat pengakuan secara wajar dan nyaman.
3. Tempat semua anggota keluarga mendapat dukungan psikologis bagi perkembangan jiwanya.
4. Basis pembentukan identitas, citra dan konsep diri para anggota keluarga.

TUJUAN SOSIOLOGIS
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
1. Lingkungan pertama dan terbaik bagi segenap anggota keluarga.
2. Unit sosial terkecil yang menjembatani interaksi positif antara individu anggota keluarga dengan masyarakat sebagai unit sosial yang lebih besar.

TUJUAN DA’WAH
Yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
1. Menjadi obyek wajib da’wah pertama bagi sang da’i.
2. Menjadi prototipe keluarga muslim ideal (bagian dari pesona islam) bagi masyarakat muslim dan nonmuslim.
3. Setiap anggota keluarga menjadi partisipan aktif-kontributif dalam da’wah.
4. Memberi antibodi/imunitas bagi anggota keluarga dari kebatilan dan kemaksiatan

Islam tidak mensyari’atkan sesuatu melainkan dibaliknya terdapat kandungan keutamaan dan hikmah yang besar. Demikian pula dalam nikah, terdapat beberapa hikmah dan maslahat bagi pelaksananya :
1. Sarana pemenuh kebutuhan biologis (QS. Ar Ruum : 21)
2. Sarana menggapai kedamaian & ketenteraman jiwa (QS. Ar Ruum : 21)
3. Sarana menggapai kesinambungan peradaban manusia (QS. An Nisaa’ : 1, An Nahl : 72)
Rasulullah berkata : “Nikahlah, supaya kamu berkembang menjadi banyak. Sesungguhnya saya akan membanggakan banyaknya jumlah ummatku.” (HR. Baihaqi)
4. Sarana untuk menyelamatkan manusia dari dekadensi moral.
Rasulullah pernah berkata kepada sekelompok pemuda : “Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian mampu kawin, maka kawinlah. Sebab ia lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun jika belum mampu, maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu sebagai wija’ (pengekang syahwat) baginya.” (HR Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shaum)

B. PEMINANGAN (KHITBAH) SEBELUM PELAKSANAAN PERNIKAHAN
Definisi Peminangan.
Beberapa ahli Fiqih berbeda pendapat dalam pendefinisian peminangan. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa pinangan (khitbah¬) adalah pernyataan seorang lelaki kepada seorang perempuan bahwasanya ia ingin menikahinya, baik langsung kepada perempuan tersebut maupun kepada walinya. Penyampaian maksud ini boleh secara langsung ataupun dengan perwakilan wali.
Adapun Sayyid Sabiq, dengan ringkas mendefinisikan pinangan (khitbah) sebagai permintaan untuk mengadakan pernikahan oleh dua orang dengan perantaraan yang jelas. Pinangan ini merupakan syariat Allah SWT yang harus dilakukan sebelum mengadakan pernikahan agar kedua calon pengantin saling mengetahui.
Amir Syarifuddin mendefinisikan pinangan sebagai penyampaian kehendak untuk melangsungkan ikatan perkawinan. Peminangan disyariatkan dalam suatu perkawinan yang waktu pelaksanaannya diadakan sebelum berlangsungnya akad nikah.
Al-hamdani berpendapat bahwa pinangan artinya permintaan seseorang laki-laki kepada anak perempuan orang lain atau seseorang perempuan yang ada di bawah perwalian seseorang untuk dikawini, sebagai pendahuluan nikah.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pinangan (khitbah) adalah proses permintaan atau pernyataan untuk mengadakan pernikahan yang dilakukan oleh dua orang, lelaki dan perempuan, baik secara langsung ataupun dengan perwalian. Pinangan (khitbah) ini dilakukan sebelum acara pernikahan dilangsungkan.

Dasar dan Hukum Pinangan
Dari Mughirah R.A., sesungguhnya ia pernah meminang seseorang perempuan, lalu Nabi SAW. Bersabda kepadanya,” Lihatlah perempuan itu dahulu karena sesungguhnya melihat itu lebih cepat membawa kekekalan kecintaan antara keduanya.” (H.R. Nasa’i dan Tirmizi)
Dari Abu Hurairah R.A., dia berkata,” Aku duduk di dekat Nabi SAW. lalu datang seorang laki-laki kepada beliau dan bercerita bahwa ia akan menikahi seseorang perempuan dari kaum Anshar. Rasulullah lalu bersabda,”Sudahkah engkau lihat wajahnya?” laki-laki itu menjawab, “belum”. Rasulullah bersabda lagi,” pergi dan lihatlah karena sesungguhnya pada wajah kaum Anshar itu mungkin ada sesuatu yang menjadi cacat.” (H.R. Muslim dan Nasa’i)
Memang terdapat dalam al-qur’an dan dalam banyak hadis Nabi yang membicarakan hal peminangan. Namun tidak ditemukan secara jelas dan terarah adanya perintah atau larangan melakukan peminangan, sebagaiman perintah untuk mengadakan perkawinan dengan kalimat yang jelas, baik dalam al-qur’an maupun dalam hadis Nabi. Oleh karena itu, dalam menetapkan hukumnya tidak terdapat pendapat ulama yang mewajibkannya, dalam arti hukumannya mubah.
Akan tetapi, Ibnu Rusyd dengan menukil pendapat imam Daud Al-Zhahiriy, mengatakan bahwa hukum pinangan adalah wajib. Ulama ini mendasarkan pendapatnya pada hadis-hadis nabi yang menggambarkan bahwa pinangan (khitbah) ini merupakan perbuatan dan tradisi yang dilakukan nabi dalam peminangan itu.
Hikmah Peminangan
Ada beberapa hikmah dari prosesi peminangan, diantaranya:
Wadah perkenalan antara dua belah pihak yang akan melaksanakan pernikahan. Dalam hal ini, mereka akan saling mengetahui tata etika calon pasangannya masing-masing, kecendrungan bertindak maupun berbuat ataupun lingkungan sekitar yang mempengaruhinya. Walaupun demikian, semua hal itu harus dilakukan dalam koridor syariah. Hal demikian diperbuat agar kedua belah pihak dapat saling menerima dengan ketentraman, ketenangan, dan keserasian serta cinta sehingga timbul sikap saling menjaga, merawat dan melindungi.
Sebagai penguat ikatan perkawinan ynag diadakan sesudah itu, karena dengan peminangan itu kedua belah pihak dapat saling mengenal. Bahwa Nabi SAW berkata kepada seseorang yang telah meminang perempuan:” melihatlah kepadanya karena yang demikian akan lebih menguatkan ikatan perkawinan.
Macam-Macam Peminangan
Ada beberapa macam peminangan, diantaranya sebagai berikut:
1. Secara langsung yaitu menggunakan ucapan yang jelas dan terus terang sehingga tidak mungkin dipahami dari ucapan itu kecuali untuk peminangan, seperti ucapan,”saya berkeinginan untuk menikahimu.”
2. Secara tidak langsung yaitu dengan ucapan yang tidak jelas dan tidak terus terang atau dengan istilah kinayah. Dengan pengertian lain ucapan itu dapat dipahami dengan maksud lain, seperti pengucapan,”tidak ada orang yang tidak sepertimu.”
Perempuan yang belum kawin atau sudah kawin dan telah habis pula masa iddahnya boleh dipinang dengan ucapan langsung aau terus terang dan boleh pula dengan ucapan sindiran atau tidak langsung. Akan tetapi bagi wanita yang masih punya suami, meskipun dengan janji akan dinikahinya pada waktu dia telah boleh dikawini, tidak boleh meminangnya dengan menggunakan bahasa terus terang tadi.
Hal-Hal yang Berkaitan dengan Peminangan.
1. Norma Kedua Calon Pengantin Setelah Peminangan.
Peminangan (khitbah) adalah proses yang mendahului pernikahan akan tetapi bukan termasuk dari pernikahan itu sendiri. Pernikahan tidak akan sempurna tanpa proses ini, karena peminangan (khitbah) ini akan membuat kedua calon pengantin akan menjadi tenang akibat telah saling mengetahui.
Oleh karena itu, walaupun telah terlaksana proses peminangan, norma-norma pergaulan antara calon suami dan calon istri masih tetap sebagaimana biasa. Tidak boleh memperlihatkan hal-hal yang dilarang untuk diperlihatkan.
2. Peminangan Terhadap Seseorang yang Telah Dipinang.
Seluruh ulama bersepakat bahwa peminangan seseorang terhadap seseorang yang telah dipinang adalah haram. Ijma para ulama mengatakan bahwa peminangan kedua, yang datang setelah pinangan yang pertama, tidak diperbolehkan. Hal tersebut terjadi apabila:
• Perempuan itu senang kepada laki-laki yang meminang dan menyetujui pinangan itu secara jelas (Sharahah) atau memberikan izin kepada walinya untuk menerima pinangan itu.
• Pinangan kedua datang tidak dengan izin pinangan pertama.
• Peminang pertama belum membatalkan pinangan.
Hal ini sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi,” Janganlah kalian membeli sesuatu pembelian saudara kalian, dan janganlah kalian meminang pinangan saudara kalian, kecuali dengan izinnya.”
Seluruh imam bersepakat bahwa hadis diatas berlaku bagi pinangan yang telah sempurna. Hal tersebut terjadi agar tidak ada yang merasa sakit hati satu sama lain. Adapun mengenai pinangan yang belum sempurna, dengan pengertian masih menunggu jawaban, beberapa ulama berbeda pendapat. Hanafiah mengatakan, pinangan terhadap seseorang yang sedang bingung dalam menentukan keputusan adalah makruh. Hal ini bertentangan dengan pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa sesungguhnya perbuatan itu tidak haram. Pendapat ini berdasarkan peristiwa Fatimah binti Qois yang dilamar oleh tiga orang sekaligus, yaitu Mu’awiyah, Abu Jahim bin Huzafah dan Usamah bin Zaid. Hal itu terjadi setelah selesainya masa iddah Fatimah yang telah ditalak oleh Abu Umar bin Hafsin.
Walaupun demikian, pendapat Hanafi lebih kuat landasannya karena sesuai dengan tata perilaku islam yang mengajarkan solidaritas. Peminangan yang dilakukan terhadap seseorang yang sedang bingung dalam mempertimbangkan keputusan lebih berdampak pada pemutusan silaturrahim terhadap peminang pertama dan akan mengganggu psikologis yang dipinang.
3. Orang-Orang yang Boleh Dipinang.
Pada dasarnya, seluruh orang yang boleh dinikahi merekalah yang boleh dipinang. Sebaliknya, mereka yang tidak boleh untuk dinikahi, tidak boleh pula untuk dipinang. Dalam hal ini, ada syarat agar pinangan diperbolehkan.
• Bukan Orang-Orang yang Dilarang Menikahinya.
• Bukan Orang-Orang yang Telah Dipinang Orang Lain.
• Tidak Dalam Masa ‘Iddah
4. Batas-Batas yang Boleh Dilihat Ketika Khitbah
Dalam hal ini, para ulama terbagi menjadi empat bagian:
• Hanya muka dan telapak tangan. Banyak ulama fiqih yang berpendapat demikian. Pendapat ini berdasarkan bahwa muka adalah pancaran kecantikan atau ketampanan seseorang dan telapak tangan ada kesuburan badannya.
• Muka, telapak tangan dan kaki. Pendapat ini diutarakan oleh Abu Hanifah.
• Wajah, leher, tangan, kaki, kepala dan betis. Pendapat ini dikedepankan para pengikut Hambali.
• Bagian-bagian yang berdaging. Pendapat ini menurut al-Auza’i.
• Keseluruh badan. Pendapat ini dikemukakan oleh Daud Zhahiri. Pendapat ini berdasarkan ketidakadaan hadis nabi yang menjelaskan batas-batas melihat ketika meminang.
5. Waktu dan Syarat Melihat Pinangan
Imam Syafi’i berpendapat bahwa seorang calon pengantin, terutama laki-laki, dianjurkan untuk melihat calon istrinya sebelum pernikahan berlangsung. Dengan syarat bahwa perempuan itu tidak mengetahuinya. Hal itu agar kehormatan perempuan tersebut terjaga. Baik dengan izin atau tidak.
Imam Maliki dan Imam Hambali mengatakan bahwa melihat pinangan adalah disaat kebutuhan mendesak. Itu disebabkan agar tidak menimbulkan fitnah dan menimbulkan syahwat.
Wahbah Zuhaili mengatakan, pada dasarnya melihat pinangan itu diperbolehkan asalkan tidak dengan syahwat.

C. PELAKSANAAN PERNIKAHAN (AKAD NIKAH)
PENGERTIAN AKAD NIKAH
secara bahasa : akad = membuat simpul, perjajian, kesepakatan; akad nikah = mengawinkan wanita.
secara syar’i : Ikrar seorang pria untuk menikahi/mengikat janji seorang wanita lewat perantara walinya, dengan tujuan
a) hidup bersama membina rumah tangga sesuai sunnah Rasulullah saw.
b) memperoleh ketenangan jiwa.
c) menyalurkan syahwat dengan cara yang halal
d) melahirkan keturunan yang sah dan shalih.

RUKUN DAN SYARAT SAH NIKAH
Akad nikah tidak akan sah kecuali jika terpenuhi rukun-rukun yang enam perkara ini :
1. Ijab-Qabul
Islam menjadikan Ijab (pernyataan wali dalam menyerahkan mempelai wanita kepada mempelai pria) dan Qabul (pernyataan mempelai pria dalam menerima ijab) sebagai bukti kerelaan kedua belah pihak. Al Qur-an mengistilahkan ijab-qabul sebagai miitsaaqan ghaliizhaa (perjanjian yang kokoh) sebagai pertanda keagungan dan kesucian, disamping penegasan maksud niat nikah tersebut adalah untuk selamanya.
Syarat ijab-qabul adalah :
a) Diucapkan dengan bahasa yang dimengerti oleh semua pihak yang hadir.
b) Menyebut jelas pernikahan & nama mempelai pria-wanita
2. Adanya mempelai pria.
Syarat mempelai pria adalah :
a) Muslim & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka); lihat QS. Al Baqarah : 221, Al Mumtahanah : 9.
b) Bukan mahrom dari calon isteri.
c) Tidak dipaksa.
d) Orangnya jelas.
e) Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.

3. Adanya mempelai wanita.
Syarat mempelai wanita adalah :
a) Muslimah (atau beragama samawi, tetapi bukan kafirah/musyrikah) & mukallaf; lihat QS. Al Baqarah : 221, Al Maidah : 5.
b) Tidak ada halangan syar’i (tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah & bukan mahrom dari calon suami).
c) Tidak dipaksa.
d) Orangnya jelas.
e) Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
4. Adanya wali.

Syarat wali adalah :

a) Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
b) ‘Adil
c) Tidak dipaksa.
d) Tidaksedang melaksanakan ibadah haji.

Tingkatan dan urutan wali adalah sebagai berikut:
a) Ayah
b) Kakek
c) Saudara laki-laki sekandung
d) Saudara laki-laki seayah
e) Anak laki-laki dari saudara laki – laki sekandung
f) Anak laki-laki dari saudara laki – laki seayah
g) Paman sekandung
h) Paman seayah
i) Anak laki-laki dari paman sekandung
j) Anak laki-laki dari paman seayah.
k) Hakim

5. Adanya saksi (2 orang pria).

Meskipun semua yang hadir menyaksikan aqad nikah pada hakikatnya adalah saksi, tetapi Islam mengajarkan tetap harus adanya 2 orang saksi pria yang jujur lagi adil agar pernikahan tersebut menjadi sah. Syarat saksi adalah

a) Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
b) ‘Adil
c) Dapat mendengar dan melihat.
d) Tidak dipaksa.
e) Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul.
f) Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.

6. Mahar.
Beberapa ketentuan tentang mahar :

a) Mahar adalah pemberian wajib (yang tak dapat digantikan dengan lainnya) dari seorang suami kepada isteri, baik sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah. Lihat QS. An Nisaa’ : 4.
b) Mahar wajib diterimakan kepada isteri dan menjadi hak miliknya, bukan kepada/milik mertua.
c) Mahar yang tidak tunai pada akad nikah, wajib dilunasi setelah adanya persetubuhan.
d) Mahar dapat dinikmati bersama suami jika sang isteri memberikan dengan kerelaan.
e) Mahar tidak memiliki batasan kadar dan nilai. Syari’at Islam menyerahkan perkara ini untuk disesuaikan kepada adat istiadat yang berlaku. Boleh sedikit, tetapi tetap harus berbentuk, memiliki nilai dan bermanfaat. Rasulullah saw senang mahar yang mudah dan pernah pula


DAFTAR PUSTAKA


- Dewantoro Sulaiman, SE, Agenda Pengantin, Hidayatul Insan, Solo, 2002
- Rasjid, Sulaiman, H., Fikh Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1996
- Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Kencana: Jakarta. 2007
- Al-Hamdani, Risalah an-Nikah, Pustaka Amani: Jakarta. 2002