Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pemikiran Moderen Dalam Islam
(PMDI)
BAB I
PENDAHULUAN
Gerakan pembaharuan islam di Minangkabau, sebagaimana dibelahan lain dunia islam. Pada awalnya muncul sebagai intellectual terhadap berbagai bentuk penyimpangan dalam pemahaman maupun pengamalan islam dikalangan masyarakat minangkabau. Menurut ulama kaum muda, penyimpanagan yang telah lama berurat akar itu disebabkan oleh begitu kuatnya otoritas keagamaan yang semata-mata dipegang oleh ulama sehingga umat tidak punya pilihan lain kecuali mengikutinya tanpa taqlid. Pada gilirannya, corak keberagamaan yang seperti ini bukan hanya menyebabkan terabaikannya persoalan sejauh mana pemahaman dan pengamalan itu benar-benar sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, tapi lebih dari itu, tidak akan dapat memfungsikan islam sebagai pendorong kemajuan umatnya.
Fenomena keberagaman yang seperti inilah yang mendorong kaum muda untuk melakukan reorientasi pemahaman keagamaan masyarakat minangkabau dengan melalui ijtihad meruju’ langsung pada Al-Qur’an dan Sunnah dan atas dasar itu membersihkan pemahaman agama umat dari segala bentuk penyimpangan yang sudah lama ada.[1]
Kendati pada awalnya merupakan gerakan intelektual, gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh kaum muda ternyata menimbulkan implikasi social yang hebat dengan munculnya berbagai bentuk konflik di masyarakat minangkabau yang sebelumnya tidak ada. Sebagai puncak dari konflik tersebuat adalah pecahnya masyarakat minangkabau. Karena bagi masyarakat minangkabau, islam bukan sekedar agama dan sumber identitas saja. Tetapi juga menjadi salah satu pilar penting selain adat yang membentuk struktur social masyarakat minangkabau
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar belakang munculnya gerakan pembaharuan di Minangkabau
Gerakan pembaharuan islam yang muncul di awal abad 20 di Minangkabau adalah suatu gerakan perubahan yang terutama didorong oleh corak keberagamaan masyarakat minangkabau. Atas dasar ini, gerakan pembaharuan itu merupakan reaksi terhadap berbagai problem perkembangan islam sebagaimana dipahami dan diamalkan di minangkabau.
Untuk memahami hal itu, dengan ringkas perlu disinggung corak islam yang berkembang diminangkabau. Sejarah mencatat, unsur dominan yang sangat mewarnai perkembangan awal islam dinusantara ialah kuatnya pengaruh sufisme, terutama sufisme tarekat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa islamisasi nusantara secara besar-besaran terjadi pada saat berkembang subur sufisme sebagai implikasi dari jatuhnya baghdad. Daerah minangkabau pada gilirannya tidak bisa terhindar dari pengaruh sufisme tarekat tersebut, sehingga didaerah ini paling tidak sejak awal sejarah diminangkabau sufisme tarekat tersebut mendominasi perkembangan islam diminangkabau. Yang paling menonjol peranannya adalah tarekat syatariyah, qadariyah dan naqsabandiyah.
Islamisasi minangkabau lebih terbentuk melalui akulturasi budaya ketimbang proses politik seperti proses islamisasi daerah lain di Indonesia. Hal ini sayangnya mengakibatkan perkembangan islam terkesan sangat lamban karena proses yang terjadi tidak melibatkan unsur pemaksaan kekuasaan politik. Walaupun demikian harus diakui , lambat laun eksistensi islam dalam struktur dan budaya masyarakat minangkabau sesungguhnya menjadi semakin dominan. Tapi perlu juga dipahami, sebagai konsekwensi hal ini tidak serta merta bisa menghilangkan semua unsur lama yang telah ada dalam proses tersebut sesungguhnya ialah continuity and change.
B. Tokoh pembaharu di minangkabau
1. Syaikh ahmad khatib
Seorang pelopor dari golongan pembaharuan di daerah Minangkabau adalah Syaikh Ahmad Khatib yang menyebarkan pikiran-pikirannya dari masa duapuluh terakhir dari abad yang lalu sampai 10-15 tahun pertama dari abad ini. Dilahirkan di Bukittinggi pada tahun1855 dikalangan keluarga yang mempuyai latarbelakang agama dan adat yang kuat , Syaikh Ahmad Khatib memperoleh pendidikannya pada sekolah rendah dan sekolah guru ini didirikan oleh pemeritahan belanda. Ia pergi ke Mekkah pada tahun 1876 ia mencapai kedudukan tertinggi dalam mengajarkan agama, yaitu sebagai imam dari mazhab Syafi’i di masjid al-haram. Walaupun ia tidak pernah kembali ke daerah asalnya kemudian, tetapi ia tetap mempunyai hubungan dengan daerah asalnya ini melalui mereka yang naik haji ke mekkah dan belajar padanya dan yang kemudian menjadi guru di daerah masing-masing. Hubungan tersebut dipererat lagi dengan publikasi tulisan-tulisannya sendiri tentang persoalan yang dipertikaikan yang sering dikemukakan kepadanya oleh bekas murid-muridnya di Indonesia. Sebagai imam dari madzhab Syafi’i tidaklah mungin diharapkakn dari Syaikh Ahmad Khatib untuk meninggallkan madzhab ini.
Tetapi ia tidak melarang murid-muridnya untuk membaca dan mempelajari tulisan Muhammad Abduh, seperti yang terdapat dalam majalah Al’urwadt Al-Wustqa. Dan tafsir Al-Manar, Walaupun ia membiarkan hal ini dengan maksud supaya pemikiran yang dikemukakan oleh pembaharu mesir tersebut ditolak. Sebaliknya pula ia kenal betul dengan peringatan yang diberikan oleh imam Syafi’i yang mendesak pada siapapun juga umumnya untuk meninggalkan fatwanya (imam Syafi’i sendiri) apabila fatwa-fatwa ini ternyata berlawanan dengan sunnah Nabi. Mengenai masalah-masalah di Minangkabau, Syaikh Ahmad Khatib terkenal sangat menolak dua macam kebiasaan. Ia sangat menentang thareqat naqsabandiyah yang sangat banyak praktekkan pada saat itu seperti ia pun juga sangat menentang peraturan-pertauran adat mengenai hak waris. Kedua hal ini merupakan masalah yang terus menerus ditentang kemudian oleh pembaharu-pembaharu lain didaerah tersebut.[2]
2. Syaikh thaher djalaluddin
Pengaruh Syaikh Thaher pada kolega atau muridnya ini di Minangkabau dilakukan melalui majalah Al-Imam, serta melalui sekolah yang ia dirikan, yaitu Al-Iqbal Al-Islamiyah, di Singapura ia bersama seorang yang bernama Raja Haji Ali Ahmad pada tahun 1980. Walaupun sekolah ini segera dipindahkan ke Riau oleh karena kesukaran-kesukaran keuangan dan kelajutan di Riau tadi dilakukan tanpa partisipasi Syaikh Taher, namun sekolah di Singapura itu telah diambil sebagai model oleh Haji Abdullah Ahmad dalam mendirikakn sekolah Adabiyah di Padang. Haji Ahmad mengunjungi teman atau gurunya ini di Singapura dengan maksud sengaja mempelajari rencana sekolah tersebut. Haji Abdullah Ahmad benar-benar mencontohkan bentuk dan juga motto dari Al-imam pada majalah yang ia terbitkan di Padang (al-munir).[3]
3. Syaikh Muhammad djamil djambek
Pada tahun 1918 ia mendiikan suatu lembaga yang sampai sekarang masih terkenal dengan nama Surau Inyik Djambek. Surau ini merupakan pusat kegiatan untuk memberikan pelajaran agama, demikian juga merupakan tempat pertemuan bagi organisasi-organisasi islam serta tempat dimana makanan dihidangkan bagi tokoh-tokoh yang diundangnya untuk berdialog tadi.
Kira-kira tahun 1913 ia mendirikan di Bukittinggi suatu organisasi yang bersifat social, Tsamaratul Ikhwan, yang juga menerbitkan kitab-kitab kecil dan brosur-brosur tentang pelajaran agama tanpa maksud mencari keuntungan. Beberapa tahun lamanya Djambek bergerak dalam organisasi ini, sampai pada saat organisasi tersebut diubah menjadi sebuah perusahaan penerbitan yang bersifat komersial. ketika itu ia tidak turut lagi dalam perusahaan tersebut. Ia sangat memberikan dorongan pada pembaharuan di Minangkabau dengan membantu organisasi-organisasi pembaharuan itu.
4. Haji abdul karim amrullah (haji rasul)
Haji Rasul banyak mengadakan perjalanan keluar daerahnya. Yang terpenting antaranya ialah kepergiannya ke Malaya (1916) dan ke jawa (1917). Dalam kunjungnnya ke jawa ini mengandalkan hubungan dengan pemimpin-pemimpin sarekat islam dan muhammadiyah. Dialah yang memperkenalkan muhammadiyah di Minangkabau pada tahun 1925, yang segera meluas dengan cepat.
Haji Rasul memang sangat aktif dalam gerakan di daerah Minangkabau. suraunya di Padang anjang tumbuh menjadi Sumatra Thawalib yang melahirkan persatuan muslimin Indonesia, suatu partai politik pada permulaan tahun 1930-an. Ia juga menjadi penasehat persatuan guru-guru agama islam pada tahun 1920. Ia memberikan bantuannya pada usaha mendirikan sekolah normal islam dipadang pada tahuun 1930. Ia menentang komunisme dengan sangat gigih pada tahun 1920.[4]
5. Haji Abdullah ahmad
Keperluan terhadap pendidikan yang sistematis dan kenyataan bahwa tidak semua anak-anak dari pedagang di Padang dapat masuk sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah menyebabkan Haji Ahmad membuka sekolah Adabiyah dengan bantuan pedagang-pedagag ini. Ini terjadi pada tahun 1909 setelah Haji Ahmad mengunjungi sekolah Iqbal di Singapura. Di samping kegiatan ini, Haji Ahmad sangat aktif menulis, malahan ia menjadi ketua persatuan wartawan di Padang pada tahun 1914. Ia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan siswa-siswa sekolah menengah pemerintah di Padang dan sekolah dokter di Jakarta dan memberikan bantuannya dalam kegiatan Jong Sumatra Bond. Ia merupakan pendiri dari majalah Al-Munir yang diterbitkan di Padang tahun 1911 sampai tahun 1916. Al-Akhbar tahun 1913 (salah satu majalah berita) dan menjadi redaktur dalam bidang agama dari majalah Al-Islam tahun 1918 yang diterbitkan oleh sarekat islam.[5]
6. Syaikh Ibrahim musa
Syaikh Ibrahim musa memiliki peran yang besar dalam mendirikan lembaga-lembaga modern di Minangkabau. Ia membantu dalam gerakan pembaharuan dan mengikuti dua organisasi, baik kaum muda maupun kaum tua, yaitu persatuan guru-guru agama islam (kaum muda) dan ittihadul ulama (kaum tua). Dan suraunya terkenal dengan nama Thaawalib (parabek) dan sangat erat hubungannya dengan lembaga yang sama di Padang
7. Zainuddin Labai Al-Junusi
Berbeda dengan para pembaharu lainnya, Labia lebih tertarik pada kehidupan dan kegiatan kalangan bangsawana, seperti musthafa kamil di mesir daripada Abduh atau Rasyid Ridha yang lebih banyak memperhatikan soal agama. Dengan membuka sekolah guru diniyah (1915) ia mempergunakan system berkelas dengan kurikulum yang lebih teratur yang mencakup juga pengetahuan umum seperti bahasa, matematika, sejarah, ilmu bumi disamping pelajaran agama. Ia juga mengorganisir sebuah klub music untuk murid-muridnya.
C. Lembaga-lembaga dan organisasi pembaharu dalam bidang social dan pendidikan
1. Sekolah Adabiyah
Pada tahun 1909 sekolah ini hanya ada 20 orang murid yang kebanyakan diantaranya adalah anak pedagang, sekolah ini adalah sekolah dasar yang sama dengan sekolah HIS (Hollands Inlandse School) yang membedakan adalah adanya agama dan al-qur’an yang diajarkan secara wajib. Pada tahun 1915 sekolah ini menerima subsidi dari pemerintah. namanya pun diubah menjadi Hollandsch Maleische School Adabiyah. Kepalanya adalah seorang blanda sehingga pelajaran agama agak kurang diperhatikan. Dan sejak saat itu tiang tumpuan bagi para pembaharu menjadi hilang.
2. Surau jembatan besi
Surau ini mulanya memberikan pelajaran yang biasa seperti fiqh dan tafsir qur’an namun dengan masuknya Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul mengajar disurau tersebut pelajaran lebih ditekankan pada ilmu alat berupa kemampuan untuk menguasai bahasa arab dan cabang-cabangnya. Maksudnya agar para siswa dapat mempelajari sendiri kitab-kitab yang diperlukan sehingga lambat laun islam semakin dikenal dari kedua sumber utamanya yaitu al-qur’an dan hadist. Dan maksud akhir dari surau jembatan besi ini didirikannya sekolah Thawalib
3. Sumatra thawalib
Haji jalaluddin Thaib, pada tahun 1919 mengintrodusi cara-cara mengajar moderen kedalam Thawalib, system berkelas yang lebih sempurna. Pada tahun berikutnya Thaib menjadi ketua dari Sumatra Thawalib. Pada waktu itu organisasi tadi telah berkembang dan meluas melebihi kegiatan yang dilakukan sebelumnnya. Sehingga dapat dikatakan organisasi tersebut menjadi suatu badan yang mengawasi dan membina sekolah itu sendiri.
4. Persatuan muslim Indonesia (PERMI)
Pada tahun 1929 organisasi Thawalib memperluas keanggotaannya pada semua bekas para pelajar dan guru-guru yang tidak lagi memiliki hubungan langsung dengan lembaga pendidikan tersebut. pada tahun berikutnya organisasi tersebut berubah menjadi persatuan muslimin Indonesia. Pada tahun 1932 organisasi ini berubah menjadi partai politik yang kemudian disingkat menjaadi PERMI. Pada masa ini datang dua anak muda yaitu Ilyas Ja’kub dan Muchtar Luthfi. Mereka bergabung dengan Thawalib sebagai guru dan memberikan bimbingan dalam bidang politik. Sekitar tahun 1933 permi menderita tekanan-tekanan yang dilancarkan oleh pemerintah, pemimpin-pemimpin dibuang termasuk guru-guru yang mengajar dithawalib.
5. Diniiyah dan al-madrasah al-diniyah
Pendidikan putra putri dalam rangka pembaharuan, disamping yang telah dikerjakan oleh Haji Abdullah dengan sekolah Adabiyah, merupakan suatu inisiatif dari Zainuddin Labia. ia mendirikan sekolah diniyah pada tahun 1915 yang merupakan perkembangan dari surau jembatan besi. Tekanan yang diberikan dalam pelajaran ialah ilmu pengetahuan umum, seperti sejarah ilmu hitung dan bahasa.
Dengan bantuan persatuan murid-murid diniyah school yang didirikan atas anjuran Labia. Rahmah mendirikan pada tanggal 1 November1923 sebuah sekolah khusus untuk putra putri dengan nama Al-Madrasah Al-Diniyah. Selain itu, Rahmah juga mengadakan pemberantasan buta huruf dikalangan ibu-ibu yang lebih tua.
Perkembangan kedua bagian dari sekolah diniyah ini kemudian berjalan lancar dan dalam tahun 1937 sebuah sekolah guru untuk puteri didirikan, yang disusul tak beberapa lama kemudian oleh pembukaan sekolah yang sama untuk putera.
BABIII
KESIMPULAN
A. Latar belakang munculnya gerakan pembaharuan di Minangkabau
Minangkabau adalah suatu gerakan perubahan yang terutama didorong oleh corak keberagamaan masyarakat minangkabau. unsur dominan yang sangat mewarnai perkembangan awal islam dinusantara ialah kuatnya pengaruh sufisme , terutama sufisme tarekat. Yang paling menonnjol peranannya adalah tarekat syatariyah, qadariyah dan naqsabandiyah. Islamisasi minangkabau lebih terbentuk melalui akulturasi budaya ketimbang proses politik seperti proses islamisasi daerah lain di Indonesia Hal ini mengakibatkan perkembangan islam terkesan sangat lamban karena proses yang terjadi tidak melibatkan unsur pemaksaan kekuasaan politik
B. Tokoh pembaharu di minangkabau
1. Syaikh ahmad khatib
2. Syaikh thaher djalaluddin
3. Syaikh Muhammad djamil djambek
4. Haji abdul karim amrullah (haji rasul)
5. Haji Abdullah ahmad
6. Syaikh Ibrahim musa
7. Zainuddin Labai Al-Junusi
C. Lembaga-lembaga dan organisasi pembaharu dalam bidang social dan pendidikan
1. Sekolah Adabiyah
2. Surau jembatan besi
3. Sumatra thawalib
4. Persatuan muslim Indonesia (PERMI)
5. Diniiyah dan al-madrasah al-diniyah
DAFTAR PUSTAKA
Dody S Truna.dkk.2002.Pranata Islam Di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Noer Derlier.1995.Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942. Jakata: PT Pustaka LP3ES Indonesia
________________________________________
[1] Truna.Doni S dan Ropi Ismantu.Pranata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,2002)hal 32
[2] Noer Derlier.1995.Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942. Jakata: PT Pustaka LP3ES Indonesia,Hal 40
[3] Ibid. hal, 41-42
[4] Ibid. hal, 44-46
[5] Ibid. hal, 46-47
Pemikiran Moderen Dalam Islam
(PMDI)
BAB I
PENDAHULUAN
Gerakan pembaharuan islam di Minangkabau, sebagaimana dibelahan lain dunia islam. Pada awalnya muncul sebagai intellectual terhadap berbagai bentuk penyimpangan dalam pemahaman maupun pengamalan islam dikalangan masyarakat minangkabau. Menurut ulama kaum muda, penyimpanagan yang telah lama berurat akar itu disebabkan oleh begitu kuatnya otoritas keagamaan yang semata-mata dipegang oleh ulama sehingga umat tidak punya pilihan lain kecuali mengikutinya tanpa taqlid. Pada gilirannya, corak keberagamaan yang seperti ini bukan hanya menyebabkan terabaikannya persoalan sejauh mana pemahaman dan pengamalan itu benar-benar sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, tapi lebih dari itu, tidak akan dapat memfungsikan islam sebagai pendorong kemajuan umatnya.
Fenomena keberagaman yang seperti inilah yang mendorong kaum muda untuk melakukan reorientasi pemahaman keagamaan masyarakat minangkabau dengan melalui ijtihad meruju’ langsung pada Al-Qur’an dan Sunnah dan atas dasar itu membersihkan pemahaman agama umat dari segala bentuk penyimpangan yang sudah lama ada.[1]
Kendati pada awalnya merupakan gerakan intelektual, gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh kaum muda ternyata menimbulkan implikasi social yang hebat dengan munculnya berbagai bentuk konflik di masyarakat minangkabau yang sebelumnya tidak ada. Sebagai puncak dari konflik tersebuat adalah pecahnya masyarakat minangkabau. Karena bagi masyarakat minangkabau, islam bukan sekedar agama dan sumber identitas saja. Tetapi juga menjadi salah satu pilar penting selain adat yang membentuk struktur social masyarakat minangkabau
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar belakang munculnya gerakan pembaharuan di Minangkabau
Gerakan pembaharuan islam yang muncul di awal abad 20 di Minangkabau adalah suatu gerakan perubahan yang terutama didorong oleh corak keberagamaan masyarakat minangkabau. Atas dasar ini, gerakan pembaharuan itu merupakan reaksi terhadap berbagai problem perkembangan islam sebagaimana dipahami dan diamalkan di minangkabau.
Untuk memahami hal itu, dengan ringkas perlu disinggung corak islam yang berkembang diminangkabau. Sejarah mencatat, unsur dominan yang sangat mewarnai perkembangan awal islam dinusantara ialah kuatnya pengaruh sufisme, terutama sufisme tarekat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa islamisasi nusantara secara besar-besaran terjadi pada saat berkembang subur sufisme sebagai implikasi dari jatuhnya baghdad. Daerah minangkabau pada gilirannya tidak bisa terhindar dari pengaruh sufisme tarekat tersebut, sehingga didaerah ini paling tidak sejak awal sejarah diminangkabau sufisme tarekat tersebut mendominasi perkembangan islam diminangkabau. Yang paling menonjol peranannya adalah tarekat syatariyah, qadariyah dan naqsabandiyah.
Islamisasi minangkabau lebih terbentuk melalui akulturasi budaya ketimbang proses politik seperti proses islamisasi daerah lain di Indonesia. Hal ini sayangnya mengakibatkan perkembangan islam terkesan sangat lamban karena proses yang terjadi tidak melibatkan unsur pemaksaan kekuasaan politik. Walaupun demikian harus diakui , lambat laun eksistensi islam dalam struktur dan budaya masyarakat minangkabau sesungguhnya menjadi semakin dominan. Tapi perlu juga dipahami, sebagai konsekwensi hal ini tidak serta merta bisa menghilangkan semua unsur lama yang telah ada dalam proses tersebut sesungguhnya ialah continuity and change.
B. Tokoh pembaharu di minangkabau
1. Syaikh ahmad khatib
Seorang pelopor dari golongan pembaharuan di daerah Minangkabau adalah Syaikh Ahmad Khatib yang menyebarkan pikiran-pikirannya dari masa duapuluh terakhir dari abad yang lalu sampai 10-15 tahun pertama dari abad ini. Dilahirkan di Bukittinggi pada tahun1855 dikalangan keluarga yang mempuyai latarbelakang agama dan adat yang kuat , Syaikh Ahmad Khatib memperoleh pendidikannya pada sekolah rendah dan sekolah guru ini didirikan oleh pemeritahan belanda. Ia pergi ke Mekkah pada tahun 1876 ia mencapai kedudukan tertinggi dalam mengajarkan agama, yaitu sebagai imam dari mazhab Syafi’i di masjid al-haram. Walaupun ia tidak pernah kembali ke daerah asalnya kemudian, tetapi ia tetap mempunyai hubungan dengan daerah asalnya ini melalui mereka yang naik haji ke mekkah dan belajar padanya dan yang kemudian menjadi guru di daerah masing-masing. Hubungan tersebut dipererat lagi dengan publikasi tulisan-tulisannya sendiri tentang persoalan yang dipertikaikan yang sering dikemukakan kepadanya oleh bekas murid-muridnya di Indonesia. Sebagai imam dari madzhab Syafi’i tidaklah mungin diharapkakn dari Syaikh Ahmad Khatib untuk meninggallkan madzhab ini.
Tetapi ia tidak melarang murid-muridnya untuk membaca dan mempelajari tulisan Muhammad Abduh, seperti yang terdapat dalam majalah Al’urwadt Al-Wustqa. Dan tafsir Al-Manar, Walaupun ia membiarkan hal ini dengan maksud supaya pemikiran yang dikemukakan oleh pembaharu mesir tersebut ditolak. Sebaliknya pula ia kenal betul dengan peringatan yang diberikan oleh imam Syafi’i yang mendesak pada siapapun juga umumnya untuk meninggalkan fatwanya (imam Syafi’i sendiri) apabila fatwa-fatwa ini ternyata berlawanan dengan sunnah Nabi. Mengenai masalah-masalah di Minangkabau, Syaikh Ahmad Khatib terkenal sangat menolak dua macam kebiasaan. Ia sangat menentang thareqat naqsabandiyah yang sangat banyak praktekkan pada saat itu seperti ia pun juga sangat menentang peraturan-pertauran adat mengenai hak waris. Kedua hal ini merupakan masalah yang terus menerus ditentang kemudian oleh pembaharu-pembaharu lain didaerah tersebut.[2]
2. Syaikh thaher djalaluddin
Pengaruh Syaikh Thaher pada kolega atau muridnya ini di Minangkabau dilakukan melalui majalah Al-Imam, serta melalui sekolah yang ia dirikan, yaitu Al-Iqbal Al-Islamiyah, di Singapura ia bersama seorang yang bernama Raja Haji Ali Ahmad pada tahun 1980. Walaupun sekolah ini segera dipindahkan ke Riau oleh karena kesukaran-kesukaran keuangan dan kelajutan di Riau tadi dilakukan tanpa partisipasi Syaikh Taher, namun sekolah di Singapura itu telah diambil sebagai model oleh Haji Abdullah Ahmad dalam mendirikakn sekolah Adabiyah di Padang. Haji Ahmad mengunjungi teman atau gurunya ini di Singapura dengan maksud sengaja mempelajari rencana sekolah tersebut. Haji Abdullah Ahmad benar-benar mencontohkan bentuk dan juga motto dari Al-imam pada majalah yang ia terbitkan di Padang (al-munir).[3]
3. Syaikh Muhammad djamil djambek
Pada tahun 1918 ia mendiikan suatu lembaga yang sampai sekarang masih terkenal dengan nama Surau Inyik Djambek. Surau ini merupakan pusat kegiatan untuk memberikan pelajaran agama, demikian juga merupakan tempat pertemuan bagi organisasi-organisasi islam serta tempat dimana makanan dihidangkan bagi tokoh-tokoh yang diundangnya untuk berdialog tadi.
Kira-kira tahun 1913 ia mendirikan di Bukittinggi suatu organisasi yang bersifat social, Tsamaratul Ikhwan, yang juga menerbitkan kitab-kitab kecil dan brosur-brosur tentang pelajaran agama tanpa maksud mencari keuntungan. Beberapa tahun lamanya Djambek bergerak dalam organisasi ini, sampai pada saat organisasi tersebut diubah menjadi sebuah perusahaan penerbitan yang bersifat komersial. ketika itu ia tidak turut lagi dalam perusahaan tersebut. Ia sangat memberikan dorongan pada pembaharuan di Minangkabau dengan membantu organisasi-organisasi pembaharuan itu.
4. Haji abdul karim amrullah (haji rasul)
Haji Rasul banyak mengadakan perjalanan keluar daerahnya. Yang terpenting antaranya ialah kepergiannya ke Malaya (1916) dan ke jawa (1917). Dalam kunjungnnya ke jawa ini mengandalkan hubungan dengan pemimpin-pemimpin sarekat islam dan muhammadiyah. Dialah yang memperkenalkan muhammadiyah di Minangkabau pada tahun 1925, yang segera meluas dengan cepat.
Haji Rasul memang sangat aktif dalam gerakan di daerah Minangkabau. suraunya di Padang anjang tumbuh menjadi Sumatra Thawalib yang melahirkan persatuan muslimin Indonesia, suatu partai politik pada permulaan tahun 1930-an. Ia juga menjadi penasehat persatuan guru-guru agama islam pada tahun 1920. Ia memberikan bantuannya pada usaha mendirikan sekolah normal islam dipadang pada tahuun 1930. Ia menentang komunisme dengan sangat gigih pada tahun 1920.[4]
5. Haji Abdullah ahmad
Keperluan terhadap pendidikan yang sistematis dan kenyataan bahwa tidak semua anak-anak dari pedagang di Padang dapat masuk sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah menyebabkan Haji Ahmad membuka sekolah Adabiyah dengan bantuan pedagang-pedagag ini. Ini terjadi pada tahun 1909 setelah Haji Ahmad mengunjungi sekolah Iqbal di Singapura. Di samping kegiatan ini, Haji Ahmad sangat aktif menulis, malahan ia menjadi ketua persatuan wartawan di Padang pada tahun 1914. Ia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan siswa-siswa sekolah menengah pemerintah di Padang dan sekolah dokter di Jakarta dan memberikan bantuannya dalam kegiatan Jong Sumatra Bond. Ia merupakan pendiri dari majalah Al-Munir yang diterbitkan di Padang tahun 1911 sampai tahun 1916. Al-Akhbar tahun 1913 (salah satu majalah berita) dan menjadi redaktur dalam bidang agama dari majalah Al-Islam tahun 1918 yang diterbitkan oleh sarekat islam.[5]
6. Syaikh Ibrahim musa
Syaikh Ibrahim musa memiliki peran yang besar dalam mendirikan lembaga-lembaga modern di Minangkabau. Ia membantu dalam gerakan pembaharuan dan mengikuti dua organisasi, baik kaum muda maupun kaum tua, yaitu persatuan guru-guru agama islam (kaum muda) dan ittihadul ulama (kaum tua). Dan suraunya terkenal dengan nama Thaawalib (parabek) dan sangat erat hubungannya dengan lembaga yang sama di Padang
7. Zainuddin Labai Al-Junusi
Berbeda dengan para pembaharu lainnya, Labia lebih tertarik pada kehidupan dan kegiatan kalangan bangsawana, seperti musthafa kamil di mesir daripada Abduh atau Rasyid Ridha yang lebih banyak memperhatikan soal agama. Dengan membuka sekolah guru diniyah (1915) ia mempergunakan system berkelas dengan kurikulum yang lebih teratur yang mencakup juga pengetahuan umum seperti bahasa, matematika, sejarah, ilmu bumi disamping pelajaran agama. Ia juga mengorganisir sebuah klub music untuk murid-muridnya.
C. Lembaga-lembaga dan organisasi pembaharu dalam bidang social dan pendidikan
1. Sekolah Adabiyah
Pada tahun 1909 sekolah ini hanya ada 20 orang murid yang kebanyakan diantaranya adalah anak pedagang, sekolah ini adalah sekolah dasar yang sama dengan sekolah HIS (Hollands Inlandse School) yang membedakan adalah adanya agama dan al-qur’an yang diajarkan secara wajib. Pada tahun 1915 sekolah ini menerima subsidi dari pemerintah. namanya pun diubah menjadi Hollandsch Maleische School Adabiyah. Kepalanya adalah seorang blanda sehingga pelajaran agama agak kurang diperhatikan. Dan sejak saat itu tiang tumpuan bagi para pembaharu menjadi hilang.
2. Surau jembatan besi
Surau ini mulanya memberikan pelajaran yang biasa seperti fiqh dan tafsir qur’an namun dengan masuknya Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul mengajar disurau tersebut pelajaran lebih ditekankan pada ilmu alat berupa kemampuan untuk menguasai bahasa arab dan cabang-cabangnya. Maksudnya agar para siswa dapat mempelajari sendiri kitab-kitab yang diperlukan sehingga lambat laun islam semakin dikenal dari kedua sumber utamanya yaitu al-qur’an dan hadist. Dan maksud akhir dari surau jembatan besi ini didirikannya sekolah Thawalib
3. Sumatra thawalib
Haji jalaluddin Thaib, pada tahun 1919 mengintrodusi cara-cara mengajar moderen kedalam Thawalib, system berkelas yang lebih sempurna. Pada tahun berikutnya Thaib menjadi ketua dari Sumatra Thawalib. Pada waktu itu organisasi tadi telah berkembang dan meluas melebihi kegiatan yang dilakukan sebelumnnya. Sehingga dapat dikatakan organisasi tersebut menjadi suatu badan yang mengawasi dan membina sekolah itu sendiri.
4. Persatuan muslim Indonesia (PERMI)
Pada tahun 1929 organisasi Thawalib memperluas keanggotaannya pada semua bekas para pelajar dan guru-guru yang tidak lagi memiliki hubungan langsung dengan lembaga pendidikan tersebut. pada tahun berikutnya organisasi tersebut berubah menjadi persatuan muslimin Indonesia. Pada tahun 1932 organisasi ini berubah menjadi partai politik yang kemudian disingkat menjaadi PERMI. Pada masa ini datang dua anak muda yaitu Ilyas Ja’kub dan Muchtar Luthfi. Mereka bergabung dengan Thawalib sebagai guru dan memberikan bimbingan dalam bidang politik. Sekitar tahun 1933 permi menderita tekanan-tekanan yang dilancarkan oleh pemerintah, pemimpin-pemimpin dibuang termasuk guru-guru yang mengajar dithawalib.
5. Diniiyah dan al-madrasah al-diniyah
Pendidikan putra putri dalam rangka pembaharuan, disamping yang telah dikerjakan oleh Haji Abdullah dengan sekolah Adabiyah, merupakan suatu inisiatif dari Zainuddin Labia. ia mendirikan sekolah diniyah pada tahun 1915 yang merupakan perkembangan dari surau jembatan besi. Tekanan yang diberikan dalam pelajaran ialah ilmu pengetahuan umum, seperti sejarah ilmu hitung dan bahasa.
Dengan bantuan persatuan murid-murid diniyah school yang didirikan atas anjuran Labia. Rahmah mendirikan pada tanggal 1 November1923 sebuah sekolah khusus untuk putra putri dengan nama Al-Madrasah Al-Diniyah. Selain itu, Rahmah juga mengadakan pemberantasan buta huruf dikalangan ibu-ibu yang lebih tua.
Perkembangan kedua bagian dari sekolah diniyah ini kemudian berjalan lancar dan dalam tahun 1937 sebuah sekolah guru untuk puteri didirikan, yang disusul tak beberapa lama kemudian oleh pembukaan sekolah yang sama untuk putera.
BABIII
KESIMPULAN
A. Latar belakang munculnya gerakan pembaharuan di Minangkabau
Minangkabau adalah suatu gerakan perubahan yang terutama didorong oleh corak keberagamaan masyarakat minangkabau. unsur dominan yang sangat mewarnai perkembangan awal islam dinusantara ialah kuatnya pengaruh sufisme , terutama sufisme tarekat. Yang paling menonnjol peranannya adalah tarekat syatariyah, qadariyah dan naqsabandiyah. Islamisasi minangkabau lebih terbentuk melalui akulturasi budaya ketimbang proses politik seperti proses islamisasi daerah lain di Indonesia Hal ini mengakibatkan perkembangan islam terkesan sangat lamban karena proses yang terjadi tidak melibatkan unsur pemaksaan kekuasaan politik
B. Tokoh pembaharu di minangkabau
1. Syaikh ahmad khatib
2. Syaikh thaher djalaluddin
3. Syaikh Muhammad djamil djambek
4. Haji abdul karim amrullah (haji rasul)
5. Haji Abdullah ahmad
6. Syaikh Ibrahim musa
7. Zainuddin Labai Al-Junusi
C. Lembaga-lembaga dan organisasi pembaharu dalam bidang social dan pendidikan
1. Sekolah Adabiyah
2. Surau jembatan besi
3. Sumatra thawalib
4. Persatuan muslim Indonesia (PERMI)
5. Diniiyah dan al-madrasah al-diniyah
DAFTAR PUSTAKA
Dody S Truna.dkk.2002.Pranata Islam Di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Noer Derlier.1995.Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942. Jakata: PT Pustaka LP3ES Indonesia
________________________________________
[1] Truna.Doni S dan Ropi Ismantu.Pranata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,2002)hal 32
[2] Noer Derlier.1995.Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942. Jakata: PT Pustaka LP3ES Indonesia,Hal 40
[3] Ibid. hal, 41-42
[4] Ibid. hal, 44-46
[5] Ibid. hal, 46-47
No comments:
Post a Comment