Total Pageviews

Sunday, May 29, 2011

ETIKA PROFESI DALAM PENDIDIKAN

1. Pendahuluan
Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat memajukan negara Indonesia ini.
Berkaitan dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo memandang bahwa pendidikan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan visi ini dibutuhkan dana memadai(aspek kuantitatif) dan tenaga pendidik yang profesional (aspek kualitatif).
Ditinjau dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan guru akan makin dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Dengan kesejahteraan yang terjamin, para guru akan bangga dengan profesinya, mampu membeli buku, dan mempunyai waktu luang untuk belajar. Pada prinsipnya, menaikkan anggaran pendidikan selalu disebut sebagai conditio sine qua non (syarat mutlak).
Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari aspek kuantitatif saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini guru adalah jantungnya. Tanpa guru yang profesional meskipun kebijakan pembaharuan secanggih apapun akan berakhir sia-sia.
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan membahas bagaimana etika guru profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai denga visi yang telah ditetapkan. Uraian dalam makalah ini di mulai bagaimana etika guru profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika guru profesional terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan, dan diakhiri dengan menguraikan etika guru profesional terhadap tempat kerjanya.


2. Pembahasan
2.1 Pengertian Etika dan Profesional
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.
Menurut K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya.
Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan tingkah laku ( akhlak ). Jadi, Etika membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar di pandang dari sudut baik dan buruk sebagai suatu hasil penilaian.
Adapun yang dibicarakan dalam makalah ini, yaitu etika profesi, yang menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta bagaimana mereka harus menjalankannya profesinya secara profesional agar diterima oleh masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut. Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggung jawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaannya.
Profesional adalah merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan khusus untuk pekerjaannya tersebut.
Profesional merupakan suatu profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi.
Untuk menjadi seseorang yang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut :
1. Komitmen Tinggi
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang
sedang dilakukannya.
2. Tanggung Jawab
Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri.
3. Berpikir Sistematis
Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.
4. Penguasaan Materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang sedang dilakukannya.
5. Menjadi bagian masyarakat profesional
Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.
2.2 Kode Etik Guru Profesional
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Dalam proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik. Guru sebagai suatu profesi kependidikan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu, guru sebagai jantung pendidikan dituntut semakin profesional seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Etika profesional guru dituntut dalam hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik profesi keguruan. Berikut adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto dan kosasi, 1994:34-35).
Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia kepada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sbagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dari sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya membahas lima kode etik saja. Berikut secara rinci akan diuraikan satu-persatu.
2.2.1 Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal.
Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.
2.2.2 Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.
Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat orang lain.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran memahami keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata, 2004:4).
Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis, secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.
2.2.3 Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan dalam bertindak dan menanganinya.
Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan sebagainya.
2.2.4 Etika Guru Profesional Terhadap Tempat kerja
Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas yang memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita sebagai seorang guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas yang memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing anak didik. Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini.
Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah, masyarakat maupun dengan orang tua peserta didik.
3. Penutup
Etika profesional seorang guru sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Seorang guru baru dapat disebut profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah ditetapkan.

No comments: