Definisi anak yatim
Allah SWT telah menitipkankan Mereka kepada kita untuk diperhatikan diayomi dan diurus, mereka tiada berayah dan mungkin tiada beribu, kurang kasih sayang, hal ini merupakan cobaan dan ujian bagi kita semua.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin telah menjadi garda terdepan dalam memberikan perhatian, pengurusan dan pengayoman kepada mereka, hal itu tiada lain adalah demi dan untuk kemaslahatan mereka, banyak sekali ayat-ayat al Qur'an atau al hadits yang mengangkat dan mengupas tema diatas secara mendetail dari mulai balita hingga dewasa, hak dan kewajiban, tanggung jawab pribadi, masyarakat bahkan Negara.
Dalam kitab Al Yatim karya DR. Abdul Hamid As Suhaibani dikatakan definisi yatim adalah:
من فقد أباه وهو دون البلوغ ذكرا كان أو أنثى
"Seorang anak yang kehilangan ayahnya –karena meninggal- ketika ia belum baligh atau dewasa baik itu laki-laki atau perempuan".
Dengan demikian seseorang dikatakan yatim bila:
1.Ditinggal wafat ayahnya, adapun anak yang ditinggal wafat ibu atau yang lainnya tidaklah dikatakan yatim, begitu juga anak yang ditinggal karena perceraian suami istri.
2.Ditinggal wafat ayahnya ketika masih dibawah usia baligh atau dewasa dengan demikian bila ditinggal wafat ayahnya sesudah masa baligh maka tidaklah dikatakan anak yatim.
Imam Malik dan yang lainnya berkata: Firman AllahI :" Hingga sampai dewasa" (Qs. Al An Am:152) maksudnya adalah: Cukup umur dan hilangnya kebodohan serta baligh.
Untuk mengetahui seseorang sudah sampai usia baligh atau belum, dapat diketahui dengan beberapa tanda, tanda-tanda ini telah dihimpun oleh para ulama ahli fiqih berdasarkan imformasi yang digali dari al Qur'an dan al Hadits, diantaranya adalah:
1.Seorang anak laki-laki telah berusia lima belas tahun, tanda ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar t ia berkata:
عرضت على النبي r يوم أحد وأنا ابن أربعة عشر سنة فلم يجزني في المقاتلة
"Aku mengajukan diriku (untuk mengikut) perang Uhud kepada Nabi r, waktu itu aku seorang anak yang baru berusia empat belas tahun, akan tetapi (Nabi r) tidak mengizinkanku untuk ikut berperang". (Bukhari-Muslim)
Hadits diatas mengisahkan bahwasanya Ibnu Umar meminta izin untuk mengikuti perang bersama Rasulullah rdan para shahabatnya akan tetapi permintaan itu ditolak dengan alasan ia belum cukup umur untuk mengikuti perhelatan yang keras ini, lalu ia mencoba mengajukan diri lagi pada tahun berikutnya dimana beliau telah berusia diatas empat belas tahun, maka Rasulullah rpunmengizinkannya.
2.Seorang anak perempuan bila telah berusia sembilan tahun, tanda ini didasarkan atas perkataan A'isyah radiyallahu anha ia berkata:
إذا بلغت الجارية تسع سنين فهو امرأة
"Jika anak perempuan telah berusia sembilan tahun maka ia adalah wanita" (HR. Ahmad)
Tanda ini didasarkan bahwasanya A'isyah dinikahi oleh Rasulullah e dalam usia tujuh tahun akan tetapi tetap bersama ayahnya Abu Bakr hingga usia sembilan tahun setelah itu baru bersama Rasulullah e .
3.Telah tumbuh bulu-bulu di badannya baik diatas kemaluan atau selainnya, Tanda diatas berdasarkan hadits yang menceritakan perang Bani Quraidhoh dimana semua laki-laki yang sudah sampai usia baligh di beri hukuman mati karena melanggar perjanjian damai bersama Rasulullah r dan kaum muslimin, untuk membedakan orang yang sudah baligh atau belum pada kaum itu adalah dengan tumbuhnya rambut atau bulu-buluan diatas kemaluan. Selain itu Imam Ahmad dan Imam Ishak rahimahumullah mengatakan bahwa ciri baligh seseorang salah satunya adalah dengan tumbuh bulu-bulu diatas kemaluan.
4.Mimpi bersetubuh
رفع القلم عن ثلاث عن المجنون حتى يفيق, وعن النائم حتى يستيقظ, وعن الصبي حتى يحتلم
"Diangkat qolam dari tiga orang: Dari orang gila hingga sembuh, dari orang tidur hingga bangun, dari anak kecil hingga mimpi keluar air mani (HR. Abu Daud)
5.Mengalami mansturbasi atau datang bulan bagi perempuan
Tanda yang ke empat ini berdasarkan analisa hadits Rasulullah e yang menyebutkan bahwa wanita yang haid atau nifas dilarang melaksanakan sholat karena keluar darah dari kemaluannya, dengan demikian wanita yang telah mengalami haid telah diwajibkan kepadanya sholat karena sudah baligh. A'isyah r.a berkata:
كنا نحيض على عهد رسول الله r فنؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر قضاء الصلاة
"Kami haid di masa Rasulullah r maka kami diperintahkan mengqodho saum dan tidak diperintahkan mengqodho sholat" (HR.Bukhari-Muslim)
Keutamaan mengurus anak yatim
Mengurus atau menjaga serta mengayomi anak yatim memiliki berbagai keutamaan, diantaranya:
a.Allah I akan menyelamatkan ia dari berbagai kesusahan di hari kiamat serta diberikan kegembiraan dikala manusia yang lainnya mengalami kesulitan. Allah I berfirman:
ويطعمون الطعام على حبه مسكينا ويتيما وأسيرا ............ إنا نخاف من ربنا يوما عبوسا قمطريرا, فوقاهم الله شر ذلك اليوم ولقاهم نضرة وسرورا
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan……. Sesungguhnya kami takut akan siksa Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan, Maka Allah memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati" (Qs. Al Insan: 8-11)
b.Pengurus anak yatim akan bersama Rasulullah r tinggal dalam surga, hal ini sebagaimana sabda beliau:
أنا وكافل اليتيم في الجنة كهاتين وأشار بأصبعيه يعني السبابة والوسطى الترمذي
"Aku dan yang mengurus anak yatim di surga seperti ini, beliau memberikan isyarat dengan kedua jarinya yaitu jari telunjuk dan jari kelingking" (HR. At Tirmidzi)
c.Melembutkan hati yang keras, hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah t ia berkata:
أن رجلا شكا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم قسوة قلبه فقال امسح رأس اليتيم وأطعم المسكين
"Sesungguhnya seseorang datang mengadu kepada Rasullah r atas keras hati yang dialaminya, beliau bersabda: Usaplah kepala anak yatim dan beri makanlah orang-orang miskin". (HR. Ahmad)
Hak-hak anak yatim
a.Mengurusi dan menggauli mereka dengan baik, Allah I berfirman:
ويسألونك عن اليتامى قل إصلاح لهم خير وإن تخالطوهم فإخوانكم
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik dan jika kalian menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu". (Qs. Al Baqoroh:220)
b.Menjaga harta mereka hingga baligh, kemudian menyerahkannya ketika mereka sudah mencapai usia nikah atau baligh. Imam Malik dan yang lainnya berkata: Allah I berfirman:
وابتلوا اليتامى حتى إذا بلغوا النكاح فإن آنستم منهم رشدا فادفعوا إليهم أموالهم ولا تأكلوها إسرافا وبدارا أن يكبروا ومن كان غنيا فليستعفف ومن كان فقيرا فليأكل بالمعروف إذا دفعتم إليهم أموالهم فأشهدوا عليهم وكفى بالله حسيبا
"Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya, dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan (dan janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (diantara pemelihara itu mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka, dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian itu)". (Qs.An Nisa:6)
Ancaman bagi orang yang mengabaikan hak-hak anak yatim
a.Orang yang mengabaikan hak-hak anak yatim baik dengan cara menzaliminya atau tidak mengurusinya adalah pendusta terhadap agama, Allah I berfirman:
أرأيت الذي يكذب بالدين, فذلك الذي يدع اليتيم
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim".(Qs. Al Maa'un:1-2 )
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: Menghardik anak yatim adalah dengan cara, memaksanya, menzalimi haknya, tidak memberi makanan dan tidak berbuat baik kepadanya.
b.Orang yang memakan harta anak yatim secara zalim termasuk salah satu dosa besar, Rasulullah r bersabda:
اجتنبوا السبع الموبقات قالوا: يا رسول الله وما هن؟ قال: الشرك بالله, والسحر, وقتل النفس التي حرم الله إلا بالحق, وأكل الربا, وأكل مال اليتيم, والتولي يوم الزحف, وقذف المحصنات الغافلات المؤمنات
"Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang menghancurkan (amal sholeh), mereka bertanya: Wahai Rasulullah dosa apakah itu? Beliau menjawab: Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, menuding zina perempuan mukmin yang terjaga". (HR.Bukhari-Muslim)
c.Orang yang memakan harta anak yatim dengan cara zalim adalah bagaikan orang yang menelan api dan Allah akan dimasukkannya ke dalam neraka, Allah I berfirman:
إن الذين يأكلون أموال اليتامى ظلما, إنما يأكلون في بطونهم نارا وسيصلونها سعيرا
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka). (Qs.An Nisa:10). Wallahu A'lam
Semoga pembahasan yang singkat ini bisa menggugah hati kita untuk bisa lebih mengasihi dan menyayangi mereka.
Penggalan Kisah Anak Yatim didalam Al Qur'an:
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, ANAK-ANAK YATIM, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (QS. Al-Baqarah (2):83)
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, ANAK-ANAK YATIM, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Baqarah (2):177)
Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, ANAK-ANAK YATIM, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (QS. Al-Baqarah (2):215)
Membagi rezeki kita pada Anak Yatim tidak akan membuat kita jatuh miskin atau usaha kita bangkrut,bahkan sebaliknya. Berderet berkah telah menanti, beban kita diangkat oleh Allah,kesulitan kita dimudahkan,hati tentram,keluarga sakinah dan rezeki menjadi barokah. Buktikanlah!(dikisahkan oleh Imam Al-Ghazali)
JANGAN PERALAT ANAK YATIM
Menjadi yatim tentu bukan sesuatu yang dikehendaki. Tapi bila iradat telah menetapkan seorang anak harus yatim, siapa yang dapat menolak? Air mata tentu tidak cukup untuk menjawab masalah-masalah yang mereka hadapi setiap hari.
Di samping kanan kiri rumah kita, tidak sedikit terdapat anak-anak yatim. Mereka menjadi bagian dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jumlah mereka setiap tahun terus bertambah. Mereka terdapat tidak hanya di desa-desa, tapi juga di kota-kota besar, di perkampungan-perkampungan nelayan, di gang-gang di antara jepitan gedung-gedung bertingkat di kota metropolitan. Juga di tempat-tempat yang lain seperti; di jembatan, di jalanan dan di emperan pertokoan. Mereka mengadu nasib sebatas kemampuan yang telah Allah anugerahkan kepadanya.
Anak-anak yatim sangat mengharapkan kasih sayang. Mereka merindukan perlindungan dari mereka yang mampu ataupun berkecukupan.
DISAYANG ALLAH
Karena rindunya dengan penyantunan dan kasih sayang tersebut, Allah sangatlah menyayangi mereka. Tidak kurang dari 23 ayat dalam al-Qur'an membicarakan tentang mereka, hak-hak mereka, dan pahala bagi mereka yang mau mengentas mereka dari kenestapaan. Allah berfirman:
"Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim...." (QS. Al-Baqarah: 83)
Mereka memang selayaknya mendapatkan bantuan dan perlindungan dari yang mampu agar dapat hidup seperti anak-anak yang lain. Usia mereka yang masih kecil, belum memungkinkan mereka mampu menghadapi sendiri seluk-beluk kehidupan ini dengan seimbang. Kebutuhan-kebutuhan mereka belumlah mampu mereka penuhi sendiri. Pemikiran dan nalarnya masih perlu dituntun dan dibantu oleh mereka yang sudah dewasa dan telah mengetahui lebih banyak asam garam kehidupan.
ASSET YANG MAHAL
Anak yatim adalah asset kehidupan dan bakal SDM yang berkualitas. Rasulullah sendiri memilih berdiri di pihak mereka karena kekuatannya ini. Bahkan kelak, kepada mereka yang mengasuh dan menyantuni anak-anak yatim ini, Rasulullah menjanjikan akan bersamanya berdampingan di syurga. Jaraknya amat rapat, sama seperti jarak antara jari telunjuk dan jari tengah yang dipadukan. "Aku dan pengasuh anak yatim (kelak) di syurga seperti dua jari ini." Menurut Bukhari, Rasulullah berkata seperti itu sambil menunjuk jari telunjuk dan jari tengah dan merepatkan keduanya.
Sebenarnya, tanggung jawab terhadap mereka merupakan kewajiban melekat terhadap siapa saja yang memiliki wewenang, dan lebih-lebih kekuasaan. Buktinya, dalam UUD '45 ayat 34 juga telah dicantumkan tentang perlindungan terhadap anak-anak yatim ini. Tetapi tentu saja hingga sekarangpun kita masih menunggu keseriusan dari pihak-pihak yang berkompeten. Sementara, alangkah nistanya bila kita hanya berpangku tangan merasa tidak bertanggung jawab, melihat mereka gelisah menunggu nasib. Bagi kita, bukan soal tertulis di undang-undang atau tidak, tetapi bagaimanakah agama kita menganjurkan kita bersikap dalam menghadapi persoalan. Undang-undang, sebagai buatan manusia, bisa saja berubah, tetapi hukum Allah tidak pernah mengalami perubahan.
Di samping karena dorongan dari anjuran Nabi, kita juga bisa mengambil hikmah lebih besar dari proses mendidik anak yatim. Secara naluri, mereka lebih siap mandiri dibanding anak-anak biasa. Anak-anak yatim tidak memungkinkan berbangga-bangga dengan kekayaan orang tuanya, karena memang tidak ada. Karena itu bila diarahkan secara benar, rasa sandar diri terhadap kemahaagungan Allah akan lebih totalitas. Mereka memang tidak memiliki tempat mengadu yang lain di kala hati sedang dilanda pilu. Allah-lah tempatnya melaporkan segala keluh-kesah hatinya, gundah-gulananya.
Tetapi potensi kemandirian itupun bisa mengarah kepada kerusakan bila tidak mendapatkan bimbingan yang benar. Anak-anak ini cenderung sulit diatur, bila telanjur salah didik. Mereka merasa lepas dari pengawasan, karena kebiasaan. Alangkah sayang bila terjadi yang demikian, karena keburukan salah seorang anggota masyarakat berarti ancaman bagi anggota yang lain. Karenanya, anak-anak yatim merupakan asset yang mahal bila telah berhasil digali dan didayagunakan kemampuannya. Jangan sampai terlambat yang menyebabkan asset itu berubah menjadi parasit dan sumber bencana.
JANGAN MEMPERALAT MEREKA
Sungguh beruntung, karena kini lembaga-lembaga yang mengurus anak yatim semakin banyak bermunculan. Ibarat cendawan yang tumbuh di musim hujan, hampir di setiap daerah sebahagian mereka tertampung di lembaga-lembaga ke-yatim-an, seperti panti asuhan ataupun yayasan-yayasan sejenis lainnya.
Tetapi apakah masalahnya selesai di sini? Belum tentu. Sebab dalam perjalanannya ternyata tidak sedikit anak-anak yatim ini yang harus mengalami nasib malang lanjutan. Mereka dijadikan obyek mencari keuntungan. Yang ini tentu saja khusus terjadi di sebuah lembaga yang memang mengkhususkan diri mengurus anak-anak yatim. Bagi anak-anak malang yang kebetulan tumbuh di keluarga-keluarga biasa, atau pada keluarga familinya, memperalat mereka hampir tidak mungkin. Paling-paling anak-anak itu kemudian menjadi obyek kemarahan, tempat tumpahan kejengkelan, bila terjadi masalah dengan induk semangnya. Hal itupun tetap berpengaruh buruk terhadap perkembangan kejiwaan mereka, hanya saja unsur 'memanfaatkan' mereka tidak ada.
Kasus-kasus 'memperalat' anak yatim kadang terjadi, bila niatan para pengasuhnya telah bergeser. Sekilas ini wajar, mengingat mengasuh anak-anak begitu banyak, juga membutuhkan tenaga dan fikiran ekstra. Apalagi bila anak-anak itu semakin tidak bisa diatur, semakin bandel, dan tidak serajin dan sekreatif yang diinginkan. Lalu para pengasuhnya merasa gagal, dan memilih untuk mendapatkan apa yang bisa didapat saja. Bila hanya sebatas ini, sebenarnya tidak mengapa. Toh orang tua sendiripun, bila melihat anaknya tidak bisa diarahkan, juga akan jengkel. Tetapi yang tidak sehat adalah bila hal ini kemudian diterus-teruskan.
Anak-anak yang tidak ideal dikeluarkan dengan berbagai dalih. Sementara yang diopeni hanya yang nurut-nurut. Padahal, bukankah yang ideal maupun tidak ideal, sama-sama mempunyai andil dalam menopang 'kehidupan' wadah penampungan itu? Bukankah di saat mereka masih kecil, berbagai bantuan datang untuk mereka semua? Salah siapa bila kemudian terjadi perbedaan dan penyimpangan perilaku? Kenapa justru sekarang anak-anak itu 'dilemparkan' setelah banyak bantuan dari anggota masyarakat? Buat siapa nanti bantuan-bantuan itu?
Bila ini yang terjadi, maka berarti ada kegagalan pengurusan, sekaligus lampu kuning dari Allah, bahwa ambang bencana bagi lembaga bersangkutan sudah dekat. Ini musibah, yang semestinya segera dikembalikan kepada niat semula. Adakah musibah kemanusiaan (baca: kesewenangan) yang melebihi orang-orang yang melepaskan tanggung jawabnya terhadap anak-anak yatim? Anak-anak yatim sudah nestapa, apakah harus ditambah lagi dengan derita pula? Bukankah Allah telah berfirman dalam surah adh-Dhuha, "Dan terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang?"
"Sungguh orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu telah memakan api neraka sepenuh perutnya,.." (QS. An-Nisaa':10)
Kesewenang-wenangan terhadap alam dan lingkungan adalah dengan merusak kelangsungan ekosistemnya. Sedangkan kesewenang-wenangan terhadap anak yatim berarti menelantarkan mereka, dengan memperlakukan mereka secara tidak adil. Rasulullah saw bersabda, "Sebaik-baik rumah kaum muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim yang diperlakukannya (diasuh dan dididik) dengan baik, dan seburuk-buruknya rumah kaum muslimin ialah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim tapi anak itu diperlakukan dengan buruk." (HR Ibnu Majah)
Perlakuan terhadap mereka semacam itu sungguh sangat tidak sewajarnya, apalagi bila diingat bahwa kemajuan dan kebesarannya justru berkat doa yang tulus dari anak-anak yatim ini. Sungguh keliru kalau ada pergeseran anggapan, bahwa mengurus anak yatim adalah suatu kerugian karena tidak bisa melakukan aktivitas produktif lainnya.
Halimah as-Sa'diyah adalah contoh 'Ibu Panti' yang pertama. Berkat ketulusannya memelihara Si Yatim Muhammad, Halimah yang semula hidup serba pas-pasan, justru kemudian serba berkecukupan. Rezeki si yatim memang Allah sendiri yang menitipkannya kepada siapa yang memeliharanya dengan penuh ketulusan hati. Adakah perlu bukti lain selain yang telah dicontohkan oleh manusia Agung Rasulullah ini untuk kita?
MIMPI DAN CITA-CITA ANAK YATIM
”AKU DAN SANG PEMIMPI”
Aku adalah seorang pelajar Panti Asuhan. Namaku ‘Hamba Allah namun semua orang memanggilku dengan sebutan Hamba.
Sejak aku duduk di Sekolah Dasar aku sudah mempunyai sebuah impian untuk menjadi seorang ABRI yang terkenal untuk dapat membantu permasalahan orang lain yang mungkin dianggap oleh orang dewasa hanya hayalan anak kecil belaka. Dan semenjak itu Aku berfikir, mungkin kata – kata mereka adalah benar tetapi ada seseorang yang membuat aku bersikeras untuk mengejar impian tersebut.
Dia adalah ayahku yang selalu memberikan semangatnya untukku dan dukungan yang besar untuk mengejar impianku. Ataupun Seorang Ayah yang selalu bekerja keras untuk mewujudkan mimpi anak – anaknya. Dan seorang Ayah yang selalu ada disaat anak – anaknya membutuhkannya. Dia adalah ayah nomor satu sedunia buatku.
Waktupun terus berjalan, aku selalu menyongsong impianku sehingga aku selalu terbayang - bayang akan tentang mimpiku untuk mengejar impianku. Namun… Tuhan berkehendak lain kepadaku sebelum impian itu terwujud, ayahku yang ku anggap segalanya bagiku dan selalu memberiku semangat yang tidak pernah lelah dan dia pun bagaikan cahaya yang selalu menerangi hidupku disaat aku dalam kegelapan. Namun dia telah meninggalkanku untuk menghadap sang Illahi untuk selamanya……….
Semua kejadian itu membuat aku mulai gusar tidak adanya rasa percaya diri terhadap diriku, akankah aku bisa mewujudkan mimpi yang telah aku inginkan tanpa kehadiran ayahku? Aku berfikir, kenapa Tuhan mengambil seseorang ayah yang aku anggap segalanya bagiku.
sejak ayahku telah tiada aku berfikir, semua kata – kata orang dewasa akan impian dan khayalan anak kecil itu benar adanya sehingga semua harapan dan mimipi – mimpi itu sirna begitu saja bagaikan debu yang hilang terhembus oleh angin.
Sekarang aku hanya memilki seorang kakak yang bertindak sebagai pengganti ayahku dia yang selalu memberiku motivasi tapi kenapa apa yang dia berikan untukku masih belum bisa aku terima sepenuhnya tidak seperti motivasi yang telah diberikan oleh ayahku pada waktu beliau masih hidup.
Sejak ayahku meninggal aku tercantum sebagai asuhan anak yatim di yayasan RYDHA ( Rumah Yatim Dua’fa Hifzul Amanah ), yaitu suatu yayasan yang membantu sekolahku sampai saat ini, akupun bersyukur walaupun ayahku telah tiada aku masih bisa bersekolah hingga saat ini.
Pada suatu hari aku dan teman – temanku yang satu yayasan yaitu mereka adalah Aan, Nassiroh, Sofiatun dan Filjanah diberikan tugas untuk menonton film sang pemimpi oleh ketua yayasanku. Akupun berangkat menonton film tersebut bersama teman – temanku yang satu yayasan.
Setelah aku menonoton film tersebut akupun menemukan hal yang berbeda dari film – film yang pernah ada, disini aku menemukan sesuatu hal yang membuatku teringat pada mimpi masa laluku dan entah mengapa impian itu semakin dekat dan kuat untukku dan akupun kembali percaya diri lagi seperti dahulu dan semangatku kembali lagi untuk mengejar impian yang telah tertunda, terima kasihku Tuhan, mungkin inikah jalan untuk mengejar mimpi tersebut berkat film sang pemimpi, akupun mendapatkan pelajaran yang sangat berharga, benar seperti yang dikatakan dalam pepatah Arab “ Barang Siapa yang bersungguh – sungguh maka Ia akan berhasil “ dari pelajaran tersebut mulai saat ini akan ku kejar mimpi yang telah tertunda dengan bersungguh – sungguh tanpa kehadiran ayahku karena aku sadar semua motivasi yang telah diberikan sangat bermanfaat bagiku
( without my brother I was not be anything ).
Terima kasihku untuk yayasan yang telah membuat hidupku lebih bersemangat lagi dari sebelumnya untuk menggapai semua impian dan mimpi – mimpiku yang tertunda. Semoga akupun menjadi seorang psikologi yang bisa membantu permasalahan orang lain yang aku impikan selama ini. Satu pesan yang harus kita pahami bahwa jikalau kita memiliki sebuah impian maka kejarlah mimpi tersebut hingga kamu mendapatkan mimipimu ( if you have a dream, please go for getting that dream till you take it )
Wassalam……
”Aku dan pengasuh anak yatim (kelak) di surga seperti dua jari ini.” (HR. Bukhori) Rasulullah SAW menunjuk jari telunjuk dan jari tengah dan merapatkan keduanya. Rasulullah dengan Orang yang memuliakan Anak Yatim kelak akan menghuni surga yang paling atas.
PENGERTIAN ANAK YATIM DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM
Siapakah yang dimaksud dengan anak yatim? Apakah perbedaan antara anak yatim dan anak piatu? Lalu bagaimana dengan anak yatim-piatu?
Secara bahasa “yatim” berasal dari bahasa arab. Dari fi’il madli “yatama” mudlori’ “yaitamu” dab mashdar ” yatmu” yang berarti : sedih. Atau bermakana : sendiri.
Adapun menurut istilah syara’ yang dimaksud dengan anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sebelum dia baligh. Batas seorang anak disebut yatim adalah ketika anak tersebut telah baligh dan dewasa, berdasarkan sebuah hadits yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah menerima surat dari Najdah bin Amir yang berisi beberapa pertanyaan, salah satunya tentang batasan seorang disebut yatim, Ibnu Abbas menjawab:
Dan kamu bertanya kepada saya tentang anak yatim, kapan terputus predikat yatim itu, sesungguhnya predikat itu putus bila ia sudah baligh dan menjadi dewasa
Sedangkan kata piatu bukan berasal dari bahasa arab, kata ini dalam bahasa Indonesia dinisbatkan kepada anak yang ditinggal mati oleh Ibunya, dan anak yatim-piatu : anak yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya.
Didalam ajaran Islam, mereka semua mendapat perhatian khusus melebihi anak-anak yang wajar yang masih memiliki kedua orang tua. Islam memerintahkan kaum muslimin untuk senantiasa memperhatikan nasib mereka, berbuat baik kepada mereka, mengurus dan mengasuh mereka sampai dewasa. Islam juga memberi nilai yang sangat istimewa bagi orang-orang yang benar-benar menjalankan perintah ini.
Secara psykologis, orang dewasa sekalipun apabila ditinggal ayah atau ibu kandungnya pastilah merasa tergoncang jiwanya, dia akan sedih karena kehilangan salah se-orang yang sangat dekat dalam hidupnya. Orang yang selama ini menyayanginya, memperhatikannya, menghibur dan menasehatinya. Itu orang yang dewasa, coba kita bayangkan kalau itu menimpa anak-anak yang masih kecil, anak yang belum baligh, belum banyak mengerti tentang hidup dan kehidupan, bahkan belum mengerti baik dan buruk suatu perbuatan, tapi ditinggal pergi oleh Bapak atau Ibunya untuk selama-lamanya.
Betapa agungnya ajaran Islam, ajaran yang universal ini menempatkan anak yatim dalam posisi yang sangat tinggi, Islam mengajarkan untuk menyayangi mereka dan melarang melakukan tindakan-tindakan yang dapat menyinggung perasaan mereka. Banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an dan hadits-hadits Nabi saw yang menerangkan tentang hal ini. Dalam surat Al-Ma’un misalnya, Allah swt berfirman:
.
“Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin “
{QS. Al-ma’un : 1-3}
Orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir miskin, dicap sebagai pendusta Agama yang ancamannya berupa api neraka
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman :
“Maka terhadap anak yatim maka janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap pengemis janganlah menghardik”.{QS. Ad-Dhuha : 9 – 10 )
Sedangkan hadits-hadits Nabi saw yang menerangkan tentang keutamaan mengurus anak yatim diantaranya sabda beliau :
Aku dan pengasuh anak yatim berada di Surga seperti ini, Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah-nya dan beliau sedikit merengganggangkan kedua jarinya
Dan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw bersabda :
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw bersabda : barang siapa yang memberi makan dan minum seorang anak yatim diantara kaum muslimin, maka Allah akan memasukkannya kedalam surga, kecuali dia melakukan satu dosa yang tidak diampuni.
Imam Ahmad dalam musnadnya meriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a. hadits yang berbunyi :
Dari Abu Hurairoh, bahwa seorang laki-laki mengadu kepada Nabi saw akan hatinya yang keras, lalu Nabi berkata: usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin
Dan hadits dari Abu Umamah yang berbunyi :
Dari Abu Umamah dari Nabi saw berkata: barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim laki-laki atau perempuan karena Allah, adalah baginya setiap rambut yang diusap dengan tangannya itu terdapat banyak kebaikan, dan barang siapa berbuat baik kepada anak yatim perempuan atau laki-laki yang dia asuh, adalah aku bersama dia disurga seperti ini, beliau mensejajarkan dua jari-nya.
Demikianlah, ajaran Islam memberikan kedudukan yang tinggi kepada anak yatim dengan memerintahkan kaum muslimin untuk berbuat baik dan memuliakan mereka. . Kemudian memberi balasan pahala yang besar bagi yang benar-benar menjalankannya, disamping mengancam orang-orang yang apatis akan nasib meraka apalagi semena-mena terhadap harta mereka. Ajaran yang mempunyai nilai sosial tinggi ini, hanya ada didalam Islam. Bukan hanya slogan dan isapan jempol belaka, tapi dipraktekkan oleh para Sahabat Nabi dan kaum muslimin sampai saat ini. Bahkan pada jaman Nabi saw dan para Sahabatnya, anak-anak yatim diperlakukan sangat istimewa, kepentingan mereka diutamakan dari pada kepentingan pribadi atau keluarga sendiri. Gambaran tentang hal ini, diantaranya dapat kita lihat dari hadits berikut ini :
Dari Ibnu Abbas, ia berkata : ketika Allah Azza wa jalla menurunkan ayat “janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang hak” dan “sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan dzolim” ayat ini berangkat dari keadaan orang-orang yang mengasuh anak yatim, dimana mereka memisahkan makanan mereka dan makanan anak itu, minuman mereka dan minuman anak itu, mereka mengutamakan makanan anak itu dari pada diri mereka, makanan anak itu diasingkan disuatu tempat sampai dimakannya atau menjadi basi, hal itu sangat berat bagi mereka kemudian mereka mengadu kepada Rasulullah saw. Lalu Allah menurunkan ayat “dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anak yatim. katakanlah berbuat baik kepada mereka adalah lebih baik, dan jika kalian bercampur dengan mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu” kemudian orang-orang itu menyatukan makanan mereka dengan anak yatim. (Sumber: http://abufarhi.multiply.com/journal/item/1/anak_yatim)
No comments:
Post a Comment